jfl4pTej7k4QfCLcbKfF9s3px8pyp1IT1rbd9c4h
SAID BIN AL-MUSAYYIB - PEMBESAR PARA TABIIN

Iklan Billboard 970x250

SAID BIN AL-MUSAYYIB - PEMBESAR PARA TABIIN


SAID BIN AL-MUSAYYIB - PEMBESAR PARA TABIIN


Ini adalah biografi kedua dari serial Biografi Para Ulama Salaf yang sekarang baru kita bahas.
Tokoh kita kali ini adalah salah seorang yang berpengetahuan luas dan yang biografinya pantas kami ketengahkan. Memang dia tidak begitu terkenal di kalangan khalayak umum, akan tetapi karena kepakaran ilmunya, dia bisa dikenal di kalangan intelektual dan para cendikia.
Dialah pembesar para tabi'in Said bin Al-Musayyib. Dia sezaman dengan para sahabat senior Rasulullah yang di antaranya; Umar bin Al-Khathab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, sayyidah Aisyah dan Ummu Salamah Ridhwanullah Alaihim Ajma'in. Dia sangat kuat dalam menghafal, selain juga cerdas, wira'i dan berani untuk memperjuangkan kebenaran yang diyakininya.
Said adalah seorang yang bersabar atas segala cobaan dan musibah yang dialaminya dalam rangka membela agama Allah
Ketika Ibnu Umar melihatnya, maka ia berkata, "Kalaulah Rasulullah melihatnya, maka niscaya beliau akan merasa senang."
Dalam buku biografinya, Abu Nu'aim mengatakan tentang diri Said, "Adapun Abu Muhammad Said bin Al-Musayyib bin Hazan Al-Makhzumi adalah termasuk orang yang diuji kesabaranya oleh Allah Walau seberat apapun ujian yang diberikan kepadanya, dia tetap tidak mau mencela ataupun mengumpat-Nya. Dia termasuk orang yang rajin beribadah dan shalat berjamaah; mampu menjaga diri dan martabatnya, kewara'annya dan bersikap menerima apa adanya (qana'ah).
Sikap dan perilakunya memang sesuai dengan namanya (Said berarti bahagia). Dia merasa bahagia dengan tetap tunduk dan taat kepada Allah $§, dan menjauhi kedurhakaan serta kebodohan."
Untuk menjelaskan luasnya wawasan dan ilmu pengetahuannya, cukuplah dengan sebuah kisah tentang Ibnu Umar yang pernah bertanya kepada Said tentang satu keputusan yang telah dikeluarkan ayahnya Umar bin Al-Khathab z^>, karena Said adalah orang yang paling tahu tentang keputusan-keputusan yang telah diambil Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Al-Khathab dan Utsman bin Affan Ridhwanullah Alaihitn Ajma'in.
Dia juga seorang perawi yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah, sehingga Abu Hurairah pun menikahkan Said dengan puterinya.
Dia tidak pernah ketinggalan shalat berjamaah selama 40 atau 50 tahun, juga tidak pernah melihat punggung orang-orang yang sedang shalat karena dia selalu di barisan terdepan.
Dari Amr bin Dinar, dia berkata, "Ketika Zaid bin Tsabit meninggal dunia, Ibnu Abbas berkata, "Beginilah hilangnya ilmu pengetahuan." Mendengar itu, Said berkata, "Begitu juga dengan meninggalnya Ibnu Abbas." Mendengar itu, Ibnu Abbas mengatakan, "Begitu juga dengan meninggalnya Said bin Al-Musayyib."
Dalam kitab Ats-Tsiqat-nya, Ibnu Hibban mengatakan, "Dia termasuk pembesar tabi'in karena kefakihan, kewara'an, ibadah dan kemuliaannya. Dia merupakan ulama fikih paling terkenal di negeri Hijaz dan yang paling bisa diterima pendapatnya oleh khalayak umum. Selama 40 tahun, dia selalu menunggu datangnya panggilan adzan di masjid untuk melakukan shalat berjamaah."
Disamping terkenal tegas dan tidak mudah tunduk pada kemauan para penguasa, dia adalah seorang yang lembut dan mengedepankan rasa persaudaraan dalam pergaulan dengan sesama, apalagi dengan orang-orang yang saleh dan bertakwa.
Dia tidak mau keluar dari masjid jika hanya untuk memenuhi panggilan Khalifah Abdul Malik bin Marwan yang ingin berbincang dengannya, begitu juga kepada puteranya, Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik. Bahkan, Said menolak lamaran Khalifah Abdul Malik bin Marwan untuk puteranya Al- Walid, sehingga Said pun menerima hukuman dan siksaan. Dia menikahkan putrinya dengan salah satu muridnya yang bernama Ibnu Wada'ah dengan maskawin uang dua atau tiga dirham.
Selain itu dia juga menolak untuk membaiat (menyatakan ketaatan dan kesetiaannya) kepada kedua putera Abdul Malik yaitu Al-Walid dan Sulaiman bin Abdul Malik menjadi putera mahkota untuk menggantikannya kelak. Semoga Allah memberikan rahmat yang luas kepadanya dan memberikan tempat di surga-Nya yang paling tinggi.
Semoga shalawat dan salam selalu melimpah kepada Rasulullah anggota keluarga dan para sahabat semuanya.

1. Nama, Panggilan, Kelahiran dan Sifatnya 
Namanya: Said bin Al-Musayyib bin Hazn bin Abi Wahb Ibnu Amr bin A id bin Imran bin Makhzum Al-Qurasy Al-Makhzumi Al-Madani. Dia adalah pembesar para tabi'in.
Kunyah atau Panggilannya: Abu Muhammad.
Ibnu Sa'ad pernah meriwayatkan dengan sanadnya dari Ali bin Zaid dari Said bin Al-Musayyib bin Hazn, dia berkata, "Sesungguhnya kakeknya yang bernama Hazn datang menghadap Rasulullah dan beliau pun menanyai sang kakek, "Siapa namamu?" Hazn menjawab, "Aku Hazn." Beliau berkata, "Tidak! Kamu. adalah Sahll" Dia berkata, "Wahai Rasulullah, memang itulah nama yang diberikan oleh kedua orangtuaku kepadaku, sehingga aku pun dikenal di kalangan masyarakat dengan sebutan nama itu." Said selanjutnya berkata, "Rasulullah pun lalu terdiam."
Said berkata, "Hingga saat ini kami masih dikenal oleh Ahlul-bait dengan nama atau sebutan Al-Hazunah (keturunan Hazn)."
Aku katakan, "Biografinya merupakan bukti kongkret atas kebenaran cerita di atas, Wallahu Alam.
Kelahirannya: Adz-Dzahabi berkata, "Dia dilahirkan pada saat pemerintahan Khalifah Umar bin Al-Khathab berjalan dua atau empat tahun."
Ada juga yang mengatakan bahwa dia dilahirkan dua tahun sebelum pemerintahan Khalifah Umar bin Al-Khathab berlangsung.
Ibnu Sa'ad berkata, "Muhammad bin Umar mengatakan bahwa Muhammad bin Umar pernah berkata, "Demi Allah, apa yang aku tahu dan disaksikan juga oleh banyak orang adalah dia -Said bin Al-Musayyib- dilahirkan setelah pemerintahan Umar bin Ai-Khathab berjalan selama dua tahun."
Ada yang mengatakan bahwa dia telah mendengar hadits darinya. Akan tetapi aku (penulis) tidak melihat para ulama (para perawi) mendukung pernyataan ini walaupun mereka banyak meriwayatkan hadits darinya."
Sifat-sifatnya: Dari Imran bin Abdul Malik, dia berkata, "Said bin Al- Musayyib berkata, "Aku tidak pernah merasa takut kepada sesuatu pun seperti ketakutanku pada wanita." Perawi selanjutnya berkata, "Orang-orang yang mendengarnya selanjutnya mengatakan, "Sesungguhnya orang seperti Anda tidak pernah menginginkan wanita (untuk dinikahi) dan tidak ada wanita yang mau mengawini Anda." Dia berkata, "Memang itulah yang aku katakan kepada kalian." selanjutnya perawi berkata, "Dia adalah seorang yang tua renta dan kabur penglihatannya."
Dari Abu Al-Ghushn, dia berkata bahwa dia melihat Said bin Al Musayyib dengan rambut beruban dan jenggotnya yang memutih."
Dari Muhammad bin Hilal, dia berkata bahwa dia pernah melihat Said bin Al-Musayyib dengan penglihatannya yang rabun, dia memakai kopiah halus dan surban berwama putih, dan terdapat pula bendera warna merah yang membentang sejengkal di belakangnya."

2. Sanjungan Para Ulama Terhadapnya 
Dari Makhul, dia berkata, "Aku telah menjelajahi seluruh pelosok negeri di bumi ini dalam mencari ilmu, dan aku belum pernah menjumpai seorang pun yang lebih luas wawasannya dari Said bin Al-Musayyib."
Ali bin Al-Madini berkata, "Aku belum menemukan para tabi'in yang lebih luas wawasannya dari Said bin Al-Musayyib. Menurutku, dia adalah Tabi'in yang paling terhormat dan mulia."
Ahmad bin Abdullah Al-'Ajali berkata, "Said bin Al-Musayyib adalah seorang yang saleh, ahli fikih dan tidak mau mengambil begitu saja suatu pemberian (hadiah). Dia pernah mempunyai barang pemiagaan senilai 400 dinar, dengan jumlah itu ia berdagang minyak. Dia adalah seorang yang buta sebelah matanya."
Abu Zur'ah berkata, "Dia termasuk orang yang mudah bergaul, berasal dari suku Quraisy dan dapat dipercaya. Selain itu, Said juga seorang imam."
Abu Hatim berkata, "Tidak ada orang yang lebih mulia di kalangan tabi'in dari Said bin Al-Musayyib. Dia adalah orang yang paling shahih meriwayatkan hadits-hadits yang berasal dari Abu Hurairah."
Dari Maimun bin Mihran, dia berkata, "Aku pernah datang ke kota Madinah, lalu aku bertanya mengenai orang yang paling luas wawasan fikihnya di antara mereka, kemudian aku pergi menemui Said bin Al-Musayyib dan bertanya kepadanya."
Dari Makhul, dia berkata, "Ketika Said bin Al-Musayyib meninggal dunia, banyak orang yang melayatnya, tidak seorang pun dari masyarakat yang enggan datang ke pengajiannya. Aku melihat dia sebagai seorang pejuang. Makhul juga mengatakan, "Selama Said berada di antara mereka, maka mereka akan selalu dalam kebaikan."
Al-Qasim bin Muhammad pernah bertanya tentang suatu permasalahan, lalu dikatakan kepadanya, "Sesungguhnya Said bin Al-Musayyib pernah mengatakan tentang masalah ini dengan jawaban begini, dia mengatakan maksud dari masalah tersebut." Kemudian Al-Qasim berkata, "Dia adalah orang yang terbaik di antara kami dan merupakan tuan kami." Muhammad bin Umar berkata, "Dia adalah pembesar kami dan guru kami."

3. Ibadahnya 
Dari Harmalah bin Said bin Al-Musayyib, dia berkata bahwa Said pernah mengatakan, "Aku tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah selama 40 tahun."
Dari Utsman bin Hukaim, dia berkata, "Aku pernah mendengar Said bin Al-Musayyib berkata, "Selama 30 tahun, setiap kali para Muadzin mengumandangkan adzan, pasti aku sudah berada di dalam masjid."
Dari Abdul Mu'in bin Idris dari ayahnya, dia berkata, "Selama 50 tahun Said bin Al-Musayyib melakukan shalat Shubuh dengan wudhu shalat Isya\" Said bin Al-Musayyib berkata, "Aku tidak pernah ketinggalan takbir pertama dalam shalat selama 50 tahun (shalat di awal waktu). Aku juga tidak pernah melihat punggung para jamaah, karena aku selalu berada di barisan terdepan selama 50 tahun itu."
Dari Ibnu Harmalah dari Said bin Al-Musayyib, dia berkata, "Dia pernah mengeluhkan penglihatannya kepada orang-orang. Kemudian mereka berkata kepadanya, "Wahai Abu Muhammad, kalaulah Anda mau berjalan-jalan keluar, memandang tebing-tebing yang menghijau, niscaya Anda akan merasakan lebih segar." Dia berkata, "Bagaimana aku dapat melakukan hal itu, kalau penglihatanku kabur bagaikan tertutup kabut pagi."
Dari Yazid bin Hazim, dia berkata, "Said bin Al-Musayyib melakukan puasa terus menerus. Jika matahari telah terbenam, dia datang ke masjid dengan membawa minuman dari rumahnya dan meminumnya."
Dari Imran bin Abdullah, dia berkata, "Said bin Al-Musayyib berkata, "Tidak ada satu rumah pun yang menjadi tempatku berteduh di kota ini selain rumahku, itu pun kadang-kadang untuk sekadar menengok puteriku dan memberinya salam (dia selalu di masjid)."
Dari Ibnu Harmalah, dia berkata, "Aku berkata kepada Barad budak Ibnu Al-Musayyib, "Bagaimana shalat Ibnu Al-Musayyib di rumahnya?" Barad menjawab, "Aku tidak tahu, hanya saja dia banyak melakukan shalat dan membaca surat Shad, "Shad, demi Al-Qur'an yang mempunyai keagungan." (Shad: l)
Dari Ashim bin AI-Abbas Al-Asadi, dia berkata, "Said bin Al-Musayyib sering berdzikir dan merasa takut kepada Allah. Aku juga mendengar dia banyak membaca ayat-ayat Al-Qur'an di atas kendaraannya, dia sering membaca dengan suara nyaring "Bismillahirrahmanirrahim", dia senang mendengarkan syair akan tetapi tidak mau melantunkannya. Aku pernah melihatnya berjalan dengan tanpa alas kaki, mencukur kumisnya, berjabat tangan dengan setiap orang yang dijumpainya dan tidak senang banyak tertawa."

4. Ilmu Pengetahuannya 
Dari Yahya bin Hibban, dia berkata, "Tokoh terkemuka di Madinah pada masanya dan yang sangat dihormati dalam bidang fatwa adalah Said bin Al- Musayyib. Ada yang menyebutkan bahwa dia adalah imam para ulama fikih."
Qatadah berkata, "Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih tahu tentang hukum halal dan haram dari Said bin Al-Musayyib."
Dari Hisyam bin Sa'ad, dia berkata, "Aku pernah mendengar Az-Zuhri berkata ketika ada seseorang bertanya kepadanya, "Dari mana Said bin Al- Musayyib menimba ilmu?"
Az-Zuhri menjawab, "Dari Zaid bin Tsabit, dia juga pernah berguru pada Sa'ad bin Abi Waqqash, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar. Disamping itu, dia juga berguru pada isteri-isteri Rasulullah, seperti Sayyidah Aisyah dan Ummu Salamah Radhiyallahu Anhuma. Selain itu, dia juga pernah berguru pada Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Shuhaib, Muhammad bin Maslamah Ridwanullahi Alaihim. Dan, banyak meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah yang merupakan mertuanya.
Said juga mendengar hadits dari para sahabat Umar bin Al-Khathab dan juga para sahabat Utsman bin Affan Dia pernah disebut sebagai orang yang paling tahu tentang apa yang pernah diputuskan Umar bin Al-Khathab dan Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhuma dalam pengadilan."
Abbas Ad-Duri berkata, "Aku pernah mendengar Yahya bin Ma'qil berkata, "Hadits-hadits Mursal dari Said bin Al-Musayyib lebih aku senangi daripada hadits-hadits mursal dari Al-Hasan. Dan, hadits-hadits mursal Ibrahim banyak yang shahih kecuali sebuah hadits tentang perniagaan dan tertawa dalam shalat."
Abu Thalib berkata, "Aku pernah bertanya kepada Imam Ahmad bin Hambal, "Siapakah Said bin Al-Musayib?" Dia menjawab, "Siapa yang menandingi Said bin Al-Musayyib? dia adalah orang yang dapat dipercaya dan termasuk orang yang saleh."
Aku bertanya lagi, "Apakah riwayat Said dari Umar bin Al-Khathab dapat dijadikan hujjah?" Dia menjawab, "Dia adalah hujjah bagi kita, dia pernah melihat Umar bin Al-Khathab dan banyak mendengar hadits darinya. Kalaulah riwayat Said dari Umar bin Al-Khathab tidak diterima, siapa lagi yang dapat diterima?"
Dari Malik, dia berkata, "Sesungguhnya Al-Qasim bin Muhammad pernah ditanya seseorang tentang suatu permasalahan, lalu dia berkata, "Apakah Anda telah bertanya kepada seseorang selain aku?" Orang itu menjawab, "Ya, sudah, aku bertanya kepada Urwah dan Said bin Al- Musayyib." Lalu dia berkata, "Ikutilah pendapat Said bin Al-Musayyib karena dialah guru dan pembesar kami."
Malik berkata, "Said bin Al-Musayyib pernah ditanya tentang riwayat Umar bin Al-Khathab, karena dia adalah orang yang sering menyimak keputusan-keputusan Umar bin Al-Khathab dan mempelajarinya. Jika Ibnu Umar datang kepadanya tentu akan bertanya tentang keputusan-keputusan bapaknya Umar bin Al-Khathab."
Dari Abu Ali bin Husain, dia berkata, "Said bin Al-Musayyib adalah orang yang paling luas wawasan kelimuannya tentang hadits-hadits dan perkataan para sahabat disamping dia juga orang yang paling mumpuni pendapatnya."
Dari Abdurrahman bin Abi Zinad dari ayahnya, dia berkata, "Ada tujuh orang di Madinah yang merupakan sandaran fatwa bagi khalayak umum, mereka adalah; Said bin Al-Musayyib, Abu Bakar bin Abdirrahman bin Al- Harits bin Hisya, Urwah bin Az-Zubair, Abdullah bin Abdullah bin Utbah, Al-Qasim bin Muhammad, Kharijah bin Zaid dan Sulaiman bin Yasar.
Ada di antara kaum cendikia yang membuatkan bait syairnya tentang mereka,
"Ingatlah semua yang tidak mengikuti para imam, mereka akan tersesat dan kelnar dari kebenaran.
Mintalah pendapat dan fatwa kepada mereka; Ubaidillah, Urwah (bin Az-Zubair), Al-Qasim (bin Muhammad), Said (bin Al-Musayyib), Sulaiman (bin Yasar) dan Abu Bakar (bin Abdirrahman) serta Kharijah (bin Zaid)."

5. Keahliannya dalam Menafsirkan Mimpi 
Adz-Dzahabi berkata, "Al-Waqidi mengatakan bahwa Said bin Al- Musayyib adalah orang yang paling berkompeten dalam menafsirkan mimpi di kalangan masyarakat. Said mempelajarinya dari Asma' binti Abu Bakar Ash-Shiddiq sedangkan Asma' sendiri mempelajarinya dari ayahnya."
Dalam kitab Ath-Thabaqat, Ibnu Sa'ad meriwayatkan beberapa mimpi dan penafsiran Said bin Al-Musayyib terhadap mimpi-mimpi tersebut, yang kemudian dikutip oleh Adz-Dzahabi dalam kitab Sair-nya, yang di antaranya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan Amr bin Hubaib bin Qulai', dia berkata, "Pada suatu saat aku berbincang-bincang dengan Said bin Al- Musayyib, kemudian aku merasa ada sesuatu yang membebani pikiran dan menggoyahkan agamaku, kemudian seorang lelaki datang kepadaku dan berkata, "Aku pernah bermimpi bertemu dengan Khalifah Abdul Malik bin Marwan, lalu aku mendorongnya hingga jatuh ke tanah dan melukainya, lalu aku mengikat punggungnya dengan empat tali."
Said bin Al-Musayyib bertanya, "Apakah mimpi kamu memang benar begitu?" dia menjawab, "Ya, benar!" Said berkata, "Aku tidak akan memberitahukan kepadamu walaupun kamu telah memberitahukan kepadaku." Amr selanjutnya berkata, "Ibnu Zubair juga bermimpi serupa, sehingga dia pun menyuruhku untuk datang kepadamu."
Said bin Al-Musayyib berkata, "Jika memang mimpinya benar seperti apa yang kamu utarakan, maka Ibnu Zubair akan dibunuh oleh Abdul Malik bin Marwam. Sedangkan, Abdul Malik sendiri akan melahirkan empat putera yang kesemuanya akan menjadi khalifah."
Amr selanjutnya berkata, "Kemudian aku bergegas menemui Khalifah Abdul Malik bin Marwan di Syam dan menceritakan mimpi dan penafsiran (Said bin Al-Musayyib) itu dan dia pun sangat senang.
Kemudian, sang khalifah bertanya kepadaku tentang Said dan keadaannya. Lalu aku beritahukan tentangnya, kemudian dia memerintahkan kepada pengawalnya untuk membayar hutang-hutangku dan aku pun mendapat banyak keberuntungan darinya."
Dari Ismail bin Abi Al-Hakam, dia berkata, "Ada seorang lelaki berkata, "Aku bermimpi melihat Khalifah Abdul Malik bin Marwan mengelilingi Masjid Rasulullah sebanyak empat kali.
Kemudian, aku menceritakan mimpi ini kepada Said bin Al-Musayyib dan dia berkata, "Jika memang mimpimu benar seperti itu, maka Khalifah Abdul Malik bin Marwan akan mempunyai empat keturunan yang semuanya akan menjadi khalifah.
Ada juga yang bertanya, "Wahai Abu Muhammad, aku bermimpi seolah- olah aku berada di balik bayangan matahari, kemudian aku berdiri menatap matahari." Said menjawab, "Jika mimpimu benar seperti itu, maka kamu akan keluar dari Islam."
Laki-laki itu bertanya lagi, "Wahai Abu Muhammad, sesungguhnya aku melihat diriku dikeluarkan dengan paksa, sehingga aku berada di bawah terik matahari lalu aku duduk." Dia berkata, "Kamu akan dipaksa untuk kufur (keluar dari Islam)." Perawi selanjutnya mengatakan, "Kemudian laki-laki itu benar ditawan dan dipaksa untuk keluar dari Islam, lalu dia dilepaskan.
Dan, di Madinah dia menceritakan kejadian yang menimpanya itu."
Dari Imran bin Abdullah, dia berkata, "Hasan bin Ali bin Abi Thalib pernah bermimpi seolah-olah di kedua matanya terdapat tulisan "Qul Huwallahu Ahad (katakanlah bahwa Tuhan itu satu)." Kemudian, dia menceritakan mimpinya itu dan meminta penafsiran atau pendapat dari keluarganya. Lalu, mereka menceritakan hal itu kepada Said bin Al-Musayyib. Said lantas berkata, "Jika memang mimpinya benar seperti yang diceritakannya, maka katakanlah bahwa dia tidak akan hidup lebih lama lagi." Akhirnya, dia pun meninggal dunia setelah beberapa hari."
Dari Syarik bin Abi Numair, dia berkata, "Aku berkata kepada Ibnu Al- Musayyib, "Aku pernah bermimpi melihat gigiku banyak yang tanggal dan jatuh di telapak tanganku, kemudian aku mengubumya," lalu Said bin Al- Musayyib berkata, "Jika memang mimpimu itu benar seperti yang kamu ceritakan, maka keluargamu akan mengubur beberapa gigimu (yang tanggal)"
Dari Syarik bin Abi Namr dari Ibnul Musayyib, dia berkata, "Korma yang terlihat dalam mimpi adalah rezeki yang akan ada setiap saat dan kesempatan, karena korma merupakan rezeki bagi pemiliknya."

6. Kewibawaan dan Perjuangannya Membela Kebenaran 
Dari Imran bin Abdullah, dia berkata, "Said mempunyai hak atas harta yang ada di Baitul Mai sebanyak 30-an ribu. Dia diundang untuk mengambilnya, akan tetapi dia menolaknya. Dia berkata, "Aku tidak membutuhkannya, hingga Allah berkenan memberikan keputusan yang adil antara aku dan Bani Marwan."
Dari Ali bin Zaid, dia berkata, "Seseorang pernah berkata kepada Said bin Al-Musayyib, "Apa pendapat Anda tentang Al-Hajjaj bin Yusuf Ats- Tsaqafi yang tidak pernah mengutus seseorang kepada Anda dan tidak pula menyakiti Anda?" Said menjawab, "Demi Allah, hanya saja dia pernah masuk masjid dengan ayahnya, kemudian melakukan shalat yang tidak sempurna ruku' dan sujudnya. Lalu, aku segera mengambil segenggam kerikil dan aku lemparkan kepadanya dan Al-Hajjaj pun berkata, "Aku merasa telah melakukan shalat dengan baik."
Dari Imran bin Thalhah Al-Khuza'i, dia berkata, "Pada suatu ketika, Abdui Malik bin Marwan menunaikan ibadah haji. Ketika sampai di Madinah dan berdiri di pintu Masjid Nabawi, dia mengutus seorang pengawalnya kepada Said bin Al-Musayyib untuk memanggilnya. Akan tetapi, Said bin Al- Musayyib tidak memperdulikannya.
Kemudian, utusan khalifah itu mendatanginya dan mengatakan, "Penuhilah panggilan Amirul Mukminin yang sedang berdiri di pintu Masjid, dia ingin berbincang-bincang denganmu!" Dia menjawab, "Amirul Mukminin tidak mempunyai urusan apapun denganku, dan aku pun tidak mempunyai urusan sedikitpun dengannya. Kalau memang dia mempunyai keperluan denganku, pastinya itu salah alamat."
Kemudian, utusan khalifah itu kembali dan melapor. Khalifah berkata, "Kembalilah dan katakan kepadanya bahwa aku hanya ingin berbicara dengannya dan tidak ingin apa-apa." Lalu utusan itu berkata kepadanya, "Penuhilah undangan Amirul Mukminin!" Said pun menjawabnya seperti semula.
Akhimya, pengawal itu pun berkata dengan berangnya, "Kalaulah dia tidak memerintahkanku untuk memanggilmu, maka aku tidak akan kembali menghadap kepadanya kecuali dengan membawa kepalamu. Amirul Mukminin hanya ingin berbincang-bincang denganmu dan kamu bersikap seperti ini!?" Said menjawab, "Jika memang Amirul Mukminin ingin berbuat baik kepadaku, maka Anda akan mendapat keuntungannya. Dan, jika dia menginginkan selain itu, maka aku tidak akan berdiri hingga harus ada seorang penengah di antara kami."
Pengawal itu pun kembali dan melaporkan apa yang di dengarnya. Kemudian Amirul Mukminin berkata, "Semoga Allah memberikan rahmat kepada Abu Muhammad, dia memang bandel dan keras hati."
Dari Amr bin Ashim dari Salam bin Miskin dari Imran bin Abdullah bin Thalhah Al-Khuza'i, dia berkata, "Ketika Al-Walid resmi diangkat sebagai khalifah, dia datang ke Madinah. Setelah berada di Madinah, dia lalu masuk ke sebuah masjid dan melihat seseorang yang sudah tua dikelilingi banyak orang.
Al-Walid bertanya, "Siapa orang itu?" Orang-orang di situ menjawab, "Dia adalah Said bin Al-Musayyib." Ketika sang khalifah duduk, dia mengutus pengawalnya untuk memanggil Said bin Al-Musayyib. Lalu, utusan khalifah itu pun mendatanginya dan mengatakan, "Penuhilah panggilan Amirul Mukminin!"
Dia menjawab, "Mungkin Anda salah menyebut namaku atau mungkin dia mengutus Anda kepada orang selain aku." Kemudian utusan khalifah itu kembali dan melaporkan sikap Said itu, sehingga membuat sang khalifah marah dan bemiat untuk menghampirinya sendiri.
Pada saat itu, orang-orang masih ramai di dalam masjid, sehingga mereka menyambut sang khalifah dan berkata, "Wahai Amirul Mukminin, dia adalah ulama fikih di Madinah, pembesar kaum Quraisy dan juga teman dari ayahmu. Tidak ada seorang pun dari para khalifah yang bisa membuatnya memenuhi panggilan mereka." Mereka mengatakan begitu berulang-ulang, hingga akhirnya sang khalifah pun pergi darinya."
Mungkin saja dia tidak mau memenuhi panggilan para khalifah tersebut karena melihat kezhaliman yang mereka lakukan dalam menjalankan pemerintahan. Buktinya, dia pernah memenuhi panggilan dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang pada saat itu sedang menjabat sebagai walikota Madinah."
Ibnu Sa'ad dalam kitab Ath-Thabaqat dari Malik bin Anas mengatakan, "Pada saat Umar bin Abdul Aziz menjabat sebagai khalifah, dia tidak pernah memutuskan suatu perkara kecuali setelah meminta pendapat dan bermusyawarah dengan Said bin Al-Musayyib.
Pada suatu ketika, Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah mengutus pengawalnya untuk menanyakan suatu permasalahan. Kemudian, pengawal tersebut mengundangnya dan mengajaknya datang ke istana. Setelah Said datang, Umar bin Abdul Aziz buru-buru berkata, "Utusanku telah melakukan kesalahan, aku hanya ingin menanyakan kepadamu tentang suatu permasalahan di majelismu."
Dari Salamah bin Miskin, dia berkata, "Imran bin Abdullah telah memberitahukan kepada kami, dia berkata, "Aku melihat sosok Said bin Al-Musayyib adalah seorang yang lebih ringan untuk berjuang di jalan Allah dari seekor lalat."

7. Menikahkan Puterinya 
Dari Abu Bakar bin Abi Dawud, dia berkata, "Sebenamya puteri Said bin Al-Musayyib telah dipinang oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan untuk dinikahkan dengan puteranya yang bernama Al-Walid. Akan tetapi, Said menolaknya sehingga sang khalifah selalu berusaha dengan berbagai cara untuk mendapatkan persetujuannya.
Akhimya, Khalifah Abdul Malik bin Marwan mencambuknya seratus kali di musim dingin, menyiramkan air dingin ke tubuhnya dan lalu memakaikan jubah yang terbuat dari kain sutera."
Selanjutnya perawi mengatakan, "Ahmad anak dari Abdurrahman bin Wahb telah memberitahukan kepadaku, Umar bin Wahb telah memberi­ tahukan kepada kami dari Athaf bin Khalid dari Ibnu Harmalah dari Ibnu Abi Wada'ah -maksudnya Katsir bin Abdul Muthalib bin Abi Wada'ah - dia berkata, "Aku sering berbincang-bincang dengan Said bin Al-Musayyib. Pada suatu ketika, dia tidak menjumpaiku untuk beberapa hari lamanya. Ketika aku datang ke rumahnya, dia bertanya, "Di mana kamu selama ini?" aku menjawab, "Salah satu anggota keluargaku meninggal dunia sehingga aku sibuk karenanya." Dia kemudian berkata, "Mengapa kamu tidak memberi- tahukannya kepadaku, sehingga aku bisa melayatnya?"
Said bin Al-Musayyib kemudian menyusulnya dengan pertanyaan, "Apakah kamu sudah mendapatkan perempuan calon isterimu?" Aku menjawab, "Semoga Allah memberikan rahmat kepada Anda, siapa yang sudi menikahkan puterinya dengan orang sepertiku, sedangkan aku tidak mempunyai apa-apa kecuali uang dua atau tiga dirham saja?" Said berkata, "Saya," kemudian aku berkata, "Sungguh?" Dia berkata, "Betul," kemudian dia memuji Allah, membaca shalawat dan salam kepada Rasulullah hingga akhimya dia benar-benar menikahkanku dengan puterinya hanya dengan dua atau tiga dirham.
Setelah itu, aku pun berdiri dan sampai tidak menyadari apa yang aku lakukan karena saking senangnya. Aku pun pulang ke rumah sambil berpikir, "Kepada siapa aku harus mendapatkan pinjaman." Kemudian, aku melakukan shalat Maghrib di masjid lalu pulang ke rumah.
Aku memang sedang sendirian di rumah dan berpuasa. Ketika aku mempersiapkan makanan untuk berbuka puasa dan makan malam yang terdiri dari roti dan minyak Zait, tiba-tiba dari luar ada seseorang yang mengetuk pintu, dan aku pun bertanya, "Siapa di luar?" Dia menjawab, "Said." Aku pun langsung berpikir pada setiap orang yang bemama Said hingga aku menemukan nama Said bin Al-Musayyib. Said bin Al-Musayyib adalah orang yang tidak pernah keluar dari lingkungan antara masjid dan rumahnya selama 40 tahun.
Aku pun bergegas keluar menghampirinya. Memang benar, dia adalah Said bin Al-Musayyib yang aku kenal. Aku kira dia tidak mau ke sini (karena sibuk beribadah). Aku berkata, "Wahai Abu Muhammad! Tidakkah lebih baik Anda mengutus seseorang untuk memanggilku sehingga aku bisa datang ke rumah Anda?" Dia berkata, "Tidak, kamulah yang pantas didatangi. Kamu adalah orang yang belum beristeri sehingga alangkah lebih baiknya jika kamu segera menikah. Aku merasa kasihan jika engkau melewati malam-malam dengan seorang diri. Said bin Al-Muasayyib - Pembesar Para Tabi'in-
Ini calon isterimu." Kata Said sambil menunjukkan puterinya. Tiba-tiba, sang puteri sudah berada di belakang ayahnya. Said pun menarik puterinya itu hingga masuk ke rumahku dan lalu dia menutup kembali pintunya. Sempat pula puterinya itu terjatuh karena malu, hingga kemudian bangun lagi dengan berpegangan kepada daun pintu.
Aku cepat-cepat meletakkan sebuah mangkuk besar di antara bayangan lampu agar sang puteri tidak kelihatan. Kemudian, aku naik ke tingkat rumahku dan berteriak-teriak mengundang semua tetangga untuk datang.
Akhirnya, mereka pun segera datang kepadaku dan bertanya, "Ada apa?" Lalu, aku memberitahukan maksud keinginanku. Dan, mereka pun lalu menemui calon isteriku itu. Setelah itu, calon isteriku datang kepadaku dan berkata, "Aku masih belum bisa bersentuhan denganmu sebelum tiga hari."
Lalu, aku menunggu hingga tiga hari dan baru bisa melakukan malam pertama dengannya. Dan, temyata dia adalah perempuan yang tercantik dan hafal Al-Qur'an. Dia adalah seorang wanita yang paling luas wawasannya tentang Sunnah Rasulullah daripada yang lain. Selain itu, dia juga tahu betul dan memperhatikan hak-hak suami hingga aku berbulan madu dengannya sampai satu bulan lamanya. Selama itu pula aku tidak bertemu dengan Said bin Al-Musayyib.
Setelah itu, aku kemudian menemui Said yang saat itu dia sedang memberikan pelajaran kepada kaum muslimin. Aku mengucapkan salam kepada mereka dan mereka pun menjawabnya. Namun, dia tidak mau menemuiku sebelum pengajian selesai.
Ketika para jamaah pengajian sudah meninggalkan masjid, tinggallah aku sendirian dengannya. Dia bertanya, "Bagaimana keadaan isterimu?" Aku menjawab, "Wahai Abu Muhammad, dia baik-baik saja, dia lebih senang berkawan daripada mencari musuh." Said lalu berkata, "Hilangkanlah keragu- raguan pada dirimu," kemudian aku bergegas ke rumah dan tiba-tiba dia menyelipkan uang 20 ribu dirham kepadaku."
Abu Bakar bin Abi Dawud berkata, "Ibnu Abi Wada'ah adalah Katsir bin Abdul Muthalib bin Abi Wada'ah.
Adz-Dzahabi berkata, "Ibnu Abi Wada'ah berasal dari Makkah. Dia meriwayatkan hadits (berguru tentang hadits) dari ayahnya Abdul Muthalib, saiah seorang sahabat yang masuk Islam pada waktu peristiwa Fathu Makkah (Pembebasan kota Makkah setelah sebelumnya kota itu dikuasai kaum kafir Quraisy). Dan, darinya beberapa orang meriwayatkan hadits, yaitu puteranya Ja'far bin Katsir dan Ibnu Harmalah."

8. Cobaan yang Menimpanya 
Dari Abdullah bin Ja'far dan lainnya, mereka berkata, "Ibnu Zubair diangkat menjadi gubernur oleh Jabir bin Al-Aswad bin Auf Az-Zuhri di Madinah. Jabir lalu mengajak orang-orang untuk membaiat Ibnu Zubair, namun Said bin Al-Musayyib berkata, "Tidak, aku tidak mau membaiatnya," Sehingga, orang-orang mengerumuninya. Jabir lalu mencambuknya sebanyak 60 kali dengan cemeti.
Berita ini pun sampai ke Ibnu Zubair dan dia pun melayangkan surat kecaman kepada Jabir, sang atasan. Ibnu Zubair berkata, "Aku tidak mempunyai masalah dengan Said bin Al-Musayyib, biarkan dia."
Dari mereka juga berkata, "Sesungguhnya Abdul Aziz bin Marwan telah meninggal dunia di Mesir pada tahun 84 Hijriyah. Kemudian Abdul Malik mengangkat kedua puteranya menjadi putera mahkota. Dia mengirimkan selebaran kepada warga di seluruh negeri agar mereka mau membaiatnya, menyatakan ketaatan dan kesetiaan mereka kepadanya. Akan tetapi, Said bin Al-Musayyib menolaknya dan berkata, "Aku akan melihat dulu (sikap dan perilaku mereka berdua).
Karena hal tersebut, Hisyam lalu mencambuknya sebanyak 60 kali, memaksanya untuk berkeliling kampung dengan celana dalam yang terbuat dari rumbai-rumbai hingga mencapai puncak suatu bukit. Ketika mereka menggiringnya, dia bertanya, "Ke manakah kalian menggiringku?" Mereka berkata, "Ke penjara sebagai tahanan." Mendengar itu, Said lantas berkata, "Demi Allah, ini pasti penyaliban karena kalau tidak, aku tidak akan memakai pakaian dalam semacam ini." Mereka pun mengembalikan Said bin Al- Musayyib ke penjara dan menahannya.
Hisyam kemudian menulis surat kepada Khalifah Abdul Malik bin Marwan yang berisi tentang apa yang dilakukannya terhadap Said bin Al- Musayyib. Namun, sang khalifah justru menegur apa yang telah dilakukannya itu terhadap Said.
Dalam suratnya, Abdul Malik mengatakan, "Demi Allah, sesungguhnya Said bin Al-Musayyib adalah orang yang seharusnya mendapat belas kasihan daripada harus dipukuli, meski kami tahu bahwa Said memang tidak sependapat denganmu."
Dari Sufyan dari seorang lelaki dari Bani Umar, dia berkata,
"Berdoalah untuk Bani Umayyah." Said lantas berdoa,
"Ya Allah, muliakanlah agama-Mu, menangkanlah para kekasih-Mu dan kalahkanlah musuh-musuh-Mu demi kebaikan uniat Muhammad."
Dari Abu Yunus Al-Qawi ia berkata, "Suatu saat aku memasuki masjid Madinah dan di Sana aku melihat Said bin Al-Musayyib sedang duduk sendirian seorang diri, lalu aku bertanya kepada orang-orang, "Apa yang terjadi padanya?" Ada yang mengatakan bahwa dia sedang dikucilkan, tidak seorang pun boleh mendekat dan mengajaknya bicara."
Dari Qatadah, dia berkata, "Sesungguhnya Ibnu Al-Musayyib jika ada seseorang yang ingin berbincang-bincang dengannya, dia berkata, "Mereka telah menderaku dan melarang orang-orang untuk berbicara denganku." 9. Guru dan Murid-muridnya
Guru-gurunya: Said bin Al-Musayyib meriwayatkan dari beberapa perawi yang antara lain; Abu Bakar dengan hadits mursal, Umar bin Al- Khathab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Sa'ad bin Abi Waqash, Hukaim bin Hizam, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Amr bin Al-Ash, Ayahnya Al-Musayyib, Mua'mmar bin Abdullah bin Nadhlah, Abu Dzar Al-Ghifari, Abu Darda', Hasan bin Tsabit, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zaid Al-Mazini, Utab bin Asid, Ustman bin Abi Al-Ash, Abu Tsa'labah Al-Khusyani, Abu Qatadah, Abu Musa Al-Asy'ari, Abu Said, Abu Hurairah dan bahkan dia telah menikahkan Said dengan puterinya, sayyidah Aisyah, Asma' binti Umais, Khaulah binti Hukaim, Fathimah binti Qais, Ummu Sulaim, Ummu Syarik dan Khalaq."
Murid-Muridnya: Al-Hafizh berkata, "Mereka yang meriwayatkan dari Said bin Al-Musayyib antara lain; puteranya sendiri Muhammad, Salim bin Abdullah bin Umar, Az-Zuhri, Qatadah, Syarik bin Abi Tamar, Abu Az-Zinad, Sulami, Sa'ad bin Ibrahim, Amr bin Murrah, Yahya bin Said Al-Anshari, Dawud bin Abi Hind, Thariq bin Abdirrahman, Abdul Hamid bin Jubair bin Syu'bah, Abdul Khaliq bin Salamah, Abdul Majid bin Sahl, Amr bin Muslim bin Imarah bin Ukaimah, Abu Ja'far Al-Baqir, Ibnu Al-Munkadir, Hasyim bin Hasyim bin Utbah, Yunus bin Yusuf dan Jama'ah."

10. Beberapa Mutiara Perkataannya  
Dari Abdullah bin Muhammad, dia berkata, "Said bin AI-Musayyib telah memberitahukan kepada kami, dia berkata, "Seseorang tidak akan pernah mencapai kemuliaan dan kehormatan yang sebanding dengan kehormatan orang yang taat kepada Allah. Dan, seseorang tidak akan terhina sebagaimana terhinanya orang-orang yang telah berbuat maksiat kepada Allah. Cukuplah pertolongan Allah bagi seorang mukmin ketika dia melihat musuh-musuhnya telah berbuat maksiat kepada-Nya (orang-orang yang beriman masih dijagaNya untuk tidak melakukan maksiat seperti orang-orang kafir)."
Dari Ibnu Harmalah, dia berkata, "Said bin Al-Musayyib berkata, "Janganlah kalian mengaku sebagai ahli membaca Al-Qur'an dan ahli ibadah, karena Allah adalah Dzat yang Mahaagung, Baik dan menyukai keindahan."
Dari Ali bin Zaid dari Said bin Al-Musayyib, dia berkata, "Tidak ada yang lebih mudah bagi setan untuk menggoda kecuali melalui perempuan." Kemudian, Said berkata kepada kami dimana saat itu umurnya sudah lanjut dan salah satu penglihatannya telah buta, sedang yang tersisa pun sudah kabur penglihatannya karena rabun, "Tidak ada sesuatu pun yang lebih aku takutkan daripada perempuan."
Dari Abdurrahman bin Harmalah, dia berkata bahwa dia pernah bertanya kepada Said bin Al-Musayyib, "Aku menjumpai seorang lelaki yang mabuk karena perbuatannya sendiri, apakah aku boleh untuk tidak melaporkannya kepada penguasa?" Dia menjawab, "Jika kamu bisa menutupinya dengan pakaianmu, maka tutupilah."
Dari Abu Isa Al-Khurasani dari Said bin Al-Musayyib, dia berkata, "Janganlah kalian banyak berkawan dengan orang-orang zhalim, kecuali dalam hati kalian harus mengingkari apa yang mereka lakukan, agar amal dan perbuatan kalian yang baik tidak menjadi luntur karenanya."
Dari Sufyan bin Uyainah, dia berkata, "Said bin Al-Musayyib pernah berkata, "Sesungguhnya dunia itu adalah sesuatu yang hina, dan semua orang yang suka kehinaan akan mencarinya. Dan yang lebih hina lagi adalah jika orang tersebut mengambilnya dengan cara yang tidak sah, mengambil yang bukan haknya dan menginfakkannya ke jalan yang tidak pada tempatnya."

11. Sakit dan Meninggalnya
Dari Abdurrahman bin Harmalah, dia berkata, "Aku menjenguk Said bin Al-Musayyib di saat dia sedang sakit parah. Saat itu dia sedang melaksanakan shalat zuhur dengan berbaring terlentang dan menggunakan isyarat. Aku mendengar dia membaca, "Wa Asy-Syamsi wa Dhuhaha."
Dari Abdurrahman bin Al-Harits Al-Makhzumi, dia berkata, "Sakit yang diderita Said semakin parah. Lalu, Nafi' bin Jubair menjenguknya dan dilihatnya dia sedang pingsan. Kemudian Nafi' berkata, "Hadapkan dia ke arah kiblat." Maka orang-orang pun menghadapkannya ke arah kiblat dan tidak lama setelah itu dia tersadar. Setelah sadar, Said bin Al-Musayyib bertanya, "Siapa yang memerintahkan kepada kalian untuk menghadapkan ranjangku ke arah kiblat. Apakah Nafi'?" Nafi' menjawab, "Ya, Saya." Lalu Said berkata kepadanya, "Kalaulah aku tidak berpegang teguh pada kiblat dan agamaku, niscaya usaha kalian untuk menghadapkanku ke arah kiblat akan sia-sia."
Dari Yahya bin Said, dia berkata, "Ketika Said bin Al-Musayyib sedang mengalami sakaratul maut, dia meninggalkan warisan berupa beberapa uang dinar. Dia berkata, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau tahu bahwa aku tidak meninggalkannya kecuali untuk menjaga kehormatan dan agamaku (membayar hutang atau pun perjuangan Islam)."
Dari Abdul Hakim bin Abdullah bin Abi Farwah, dia berkata, "Said bin Al-Musayyib meninggal dunia di Madinah pada tahun 94 Hijriyah pada masa pemerintahan Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik. Pada saat meninggal dunia, dia berumur 75 tahun. Tahun dimana Said meninggal dunia disebut sebagai Sanah Al-Fuqaha' (tahun bagi para ulama fikih) karena pada saat itu banyak ahli fikih yang meninggal dunia/'
Para ulama fikih yang meninggal dunia pada tahun tersebut antara lain; Abu Muhammad Urwah bin Az-Zubair, Abu Bakar Ibnu Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam bin Al-Mughirah Al-Makhzumi, Zainal Abidin Ali bin Al-Husain Al-Hasyimi yang merupakan pembesar ulama dan ahli zuhud. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada mereka semua.
Semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada baginda Rasulullah j^ keluarga dan para sahabatnya. Amin Ya Rabbal Alamin.

Sumber : 60 Biografi ulama salaf : Syaikh Ahmad Farid
Baca Juga
SHARE

Related Posts

Subscribe to get free updates

Posting Komentar