jfl4pTej7k4QfCLcbKfF9s3px8pyp1IT1rbd9c4h
Pengalaman Membangun Masjid Senilai 1M secara Mandiri

Iklan Billboard 970x250

Pengalaman Membangun Masjid Senilai 1M secara Mandiri


Upaya Mewujudkan sebuah Ketidakmungkinan 

Masigit, sebuah kampung biasa 
Masigit adalah sebuah kampung kecil di kaki gunung Slamet sebelah utara, Kampung ini berjarak 6 Km dari ibukota Kecamatan Bojong, sebuah kecamatan dimana terletak obyek wisata pemandian air panas, Guci.
Masigit dihuni oleh kurang lebih 60 Kepala Keluarga dengan anak rata-rata lebih dari 3 dan umumnya menikah diwaktu muda. Pemudanya hampir seluruhnya merantau ke kota besar seperti Bandung dan Jakarta, selepas lulus SMP, sebagai penjual nasi goreng. Rata-rata penghasilan per KK dibawah 1 juta rupiah dari hasil bertani atau hasil merantau.

Pembangunan Masjid senilai 1 M 
Suatu ketika Masigit punya gawe, membangun masjid besar , megah dan kuat sebagai tempat berkumpul, pusat ibadah dan tempat pendidikan Agama bagi masyarakat. Berdasarkan gambar Masjid yang telah dibuat oleh seorang Arsitek dermawan diperkirakan memerlukan dana tidak kurang dari 1 Milyar. Mungkinkah…?
Sebagian besar masyarakat merasa pesimis bahkan merasa keberatan karena bisa dipastikan semua biaya atas pembangunan masjid ini akan dibebankan kepada mereka. Tidak sedikit juga yang mencemooh, namun beberapa sesepuh kampung terutama Kyai Fathoni dan Haji Bambang merasa optimis dan yakin. “Insya Allah akan terwujud dan dimudahkan oleh Allah SWT” ungkap H. Bambang pada sebuah khotbahnya. 
Pembangunan di mulai, semua elemen masyarakat turun tangan, kecil besar, muda, tua, laki-laki perempuan, suka rela atau terpaksa semuanya bergerak bersama dalam ikatan adat dan adab kampung. Dana mereka yang mengumpulkan tenaga juga mereka serahkan.
Semua potensi dikerahkan dan disinergikan. Waktu terus berlalu, 3 tahun berjalan, pembangunan masjid terus berdenyut sedikit demi sedikit. Kini Masjid senilai lebih dari 1 Milyar telah berdiri tegak, yang tertinggal hanya halaman depan, taman dan pagar yang belum dikerjakan sambil menunggu aliran dana dari masyarakat yang terus menerus tanpa bosan menyumbangkan harta dan tenaganya sesuai dengan kemampuannya.

Sebuah ketidakmungkinan yang terwujud 
Jika dilogikakan sebelumnya, maka pembangunan Masjid Megah untuk ukuran kampung di pelosok ini, tidak masuk akal, tapi realitanya Pembangunan Masjid ini bisa terwujud.
Kalau dikalkulasikan, berapa besarnya iuran warga yang diperlukan untuk mewujudkan masjid senilai 1 milyar dalam waktu 3 tahun?… 463.000 rupiah wow bagaimana mereka bisa mengumpulkannya…? Tapi ternyata mereka bisa.
Bagaimana mereka yang hanya berpenghasilan tak seberapa dalam 3 tahun bisa membangun masjid senilai tidak kurang 1 Milyar ini….?
Beberapa diantara Kunci Keberhasilan ini adalah :

Kyai sebagai tokoh sentral dan pemimpin yang sebenarnya 
Ustadz Fathoni, Sang Kyai itu, ia ikhlas dan totalitas. Beliau adalah guru bagi semua warga kampung dari yang tua sampai yang balita. Kini sudah lebih dari 70 tahun usianya namun ia tetap sehat dan diberkahi. Ia yang selalu memotivasi warga, menarik iurannya, mengumpulkannya, menunggui dan membantu tukang-tukang yang bekerja.
Beliau dedikasikan seluruh potensi dan waktunya untuk ummat dan pembangunan masjid ini. Hingga masyarakat yang tidak setujupun malu untuk berkata "tidak" terhadap apapun yang telah diputuskannya. Siapapun akan berkata “ya” karena Beliaulah yang mendoakan waktu kelahirannya, mengajari sholat, mengenalkannya dengan huruf Al Quran, bahkan Beliau juga yang mendoakan semua warga kampung ketika mereka wafat dan dikuburkan.

Masyarakat yang “manut” pada pemimpinya
Tidak setiap warga kampung setuju terhadap setiap kebijakan yang yang telah ditetapkan terkait pembangunan masjid. Khususnya terhadap besaran iuran dan kewajiban kerja bakti. Namun dalam keikhlasan ataupun ketidak ikhlasan, mereka tetap iuran dan tetap datang kerja bakti.

Optimalisasi Potensi dan Sinergi 
Dalam banyak keterbatasan mereka berusaha untuk mengoptimalkan kemampuan mereka dan terus bersinergi. Yang kaya iuran lebih banyak, yang kuat fisiknya menyumbang tenaga lebih kuat, yang lemah membantu semampunya, yang rentapun ikut datang pada saat kerja bakti untuk memberi semangat. Tidak pernah ada yang diam dan tidak memberikan manfaat.

Kebersamaan dan Persatuan Kunci Kesuksesan
Saya ingin menggaris bawahi, bahwa satu hal yang tidak bisa lepas dari semua potensi dan kekuatan untuk bergerak menuju kesuksesan masyarakat adalah faktor Kebersamaan dan Persatuan. Kebersamaan tidak harus sama dalam segala hal, dan Persatuan tidak harus selalu satu dalam setiap pendapat, tetapi keberagaman ini adalah sebuah potensi yang luar biasa kalau dikelola dengan baik. “Ah Susah…” memang susah tapi dibalik kesulitan selalu Allah berikan kemudahan dan kebaikan yang berlimpah.

Bentuk kegiatan Riil dalam mewujudkan impian :
Peran anak-anak : 
-Setiap anak, laki-laki dan perempuan,setelah pulang sekolah dasar (pagi) dan sekolah arab (sore) membawa batu dari sungai. Sungai di Masigit adalah sungai kampung yang penuh dengan batu alam dan terletak diantara kampung dan sekolah.
-Membatu pada saat kerja bakti dengan membawa batu dan membawa adukan semen pasir porsi anak-anak. Membawa infaq pada moment-moment tertentu seperti khataman, imtihan, dll.

Peran Remaja dan Pemuda
- Remaja dan Pemuda Kampung Masigit umumnya adalah perantau, mereka bekerja di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang dan sekitarnya. Jumlah mereka cukup banyak karena umumnya setelah lulus SMP / MTs, para remaja ini langsung merantau ke Jakarta. Mereka menggalang iuran bulanan yang besarnya telah ditentukan secara bersama.
- Lelang bangunan, misalnya untuk pembangunan Mustaka diperlukan dana 25 Juta rupiah, maka setiap perantau dikenai iuran sejumlah bagi hasil dari jumlah tersebut.

Peran Orang Tua
- Iuran bulanan per kepala keluarga sesuai dengan tingkat ekonomi Lelang bangunan, dimana bangunan dilelang perbagian dan dibagi kepada warga sesuai dengan tingkat kemampuan ekonominya.
- Menyediakan makan untuk para pekerja, makan para pekerja tidak ditanggung oleh dana Masjid tapi disediakan oleh masyarakat secara bergantian.
- Semua biaya makan yang biasanya di keluarkan ketika ada hajatan seperti kematian, syukuran, welasan, jemuahan dll. Diwujudkan dalam bentuk uang untuk diserahkan kepada panitia pembangunan masjid.
- Semua biaya yang biasanya dikeluarkan untuk memberi uang ‘rokok’ ketika ikut berkirim doa diserahkan kepada Masjid.
- Pekerjaan proyek pemerintah yang dikerjakan oleh warga seperti proyek PNPM, upah tenaga yang biasanya diterima oleh warga, kali ini dikerjakan dengan model ‘kerja bakti’ dan hasilnya untuk pembangunan Masjid.
- Yang dihitung dan dibayar sebagai pekerja hanya pekerja profesional seperti Tukang Batu atau tukang Kayu sementara pembantunya berasal dari warga yang punya kemampuan tenaga (tidak dibayar).

Peran Warga sekitar Kampung
-  Pengecoran Masjid melibatkan warga dua kampung sekitanya sehingga proses pengecoran bisa berjalan dengan cepat dan murah.
- Menggunakan Momentum Idul Fitri dan Idul Adha Setiap pelaksanaan Idul Fitri dan Idul Adha, setiap warga kampung diberi amplop untuk diisi dan diserahkan ketika hadir di masjid untuk shalat ied. Khusus kepala keluarga ditentukan besarannya sedangkan isteri dan anak-anak terserah saja.
Berdasarkan pengalaman penggalangan ini selalu menghasilkan dana cash dalam jumlah besar, karena setiap warga masyarakat dari yang paling kecil sampai dengan yang tua berinfaq sesuai dengan kemampuannya.

Keberhasilan Kampung Masigit membangun Masjid ini sekarang menjadi rujukan bagi kampung-kampung sekitarnya ketika mereka akan membangun masjid. Mereka bahkan datang berombongan untuk berguru cara sukses membangun masjid secara mandiri.
Kunci Kesuksesan itu sebenarnya terdapat pada semangat Iman dan keikhlasan.

Semoga Bermanfaat. Bagi Anda yang ingin informasi lebih rinci, atau mau membantu finishingnya juga boleh, silahkan hubungi @masbaim.
Baca Juga
SHARE

Related Posts

Subscribe to get free updates