jfl4pTej7k4QfCLcbKfF9s3px8pyp1IT1rbd9c4h
Shalat Istikharah–Ust. Ahmad Sarwat, Lc

Iklan Billboard 970x250

Shalat Istikharah–Ust. Ahmad Sarwat, Lc

A. Pengertian dan Pensyariatan

Istikharah berasal dari kata Khiyar yang maknanya adalah pilihan. Istikharah artinya meminta dipilihkan atau meminta petunjuk atas beberapa alternatif pilihan.

 Jika salah seorang di antara kalian bermaksud melakukan suatu hal, hendaklah dia melaksanakan shalat dua rakaat selain fardhu, kemudian hendaklah ia berdo’a : Allahumma Inni Astakhiruka bi 'ilmika wa astaqdiruka diqudratika wa as'alukan min fadhlikal 'azhiem, fainnaka taqdiru wa la aqdir, wa ta'lamu  wa la a'lam. Wa anta 'allamul ghuyub. Allahumma inkunta ta'lamu anna hadzal amra khairun li fi dini wa ma'asyi wa 'aqibatu amri faqdurhu li wa yassirhu li tsumma baarikhu li (HR. Bukhori, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai)

Makna doa tersebut adalah :

Ya Allah, aku memohon dipilihkan dengan ilmu-Mu. Aku bermohon penilaian dengan kekuasaan-Mu. Dan meminta dengan keutamaan-Mu yang Agung. Sesungguhnya Engkau berkuasa dan aku tidak berkuasa. Engkau Maha Mengetahui dan aku tidak mengetahui. Dan Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib.

Ya Allah, bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini baik untukku, untuk agamaku dan untuk kehidupanku, serta resikoku, taqdirkanlah hal itu untukku, mudahkanlah untukku, serta berkahilah aku pada hal itu.

B. Kapan Kita Dianjurkan Shalat Istikharah?

Disunnahkan untuk melakukan shalat Istikharah saat menghadapi dua pilihan atau lebih. Namun pilihan itu haruslah berada dalam hukum yang mubah. Tidak boleh beristikharah dengan pilihan yang sudah jelas dilarang atau diharamkan. Sebab sesuatu yang haram tidak boleh dijadikan pilihan. (Fiqhus Sunnah li As-Sayyid Sabiq jilid 1 halaman 178).

Demikian juga seharusnya seseorang belum punya kecenderungan pada salah satu pilihan tertentu. Kemungkinan atau kecenderungan untuk menjatuhkan pada salah satu pilihan haruslah sama imbang. Jangan sampai seseorag sudah cenderung pada salah satu pilihan, tapi masih melakukan istikharah juga. Kecuali bila seseorang memang sudah cenderung memilih suatu hal, namun untuk lebih meyakinkan lagi, bolehlah dia melakukan shalat  istikharah. Demikian disebutkan oleh As-Sayyid Sabiq.

Shalat istikharah bisa dilaksanakan baik ketika menghadapi persoalan yang berat maupun yang ringan. Hal tersebut berdasarkan sabda Rasulullah SAW.

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdulloh ia berkata: Rasulullah SAW pernah mengajarkan kepada kami perihal meminta pilihan kepada Allah (istikharah) yang berkaitan dengan segala hal dan urusan, sebagaimana beliau mengajarkan kepada kami surat dari Al-Quran. Beliau bersabda: Jika salah seorang di antara kalian bermaksud melakukan suatu hal, hendaklah dia melaksanakan shalat dua rakaat selain fardhu, kemudian hendaklah ia berdoa : Allohumma Inni Astakhiruka (HR. Bukhori, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai)

Oleh karena itu Imam An-Nawawi berkata dalam kitabnya, Al-Adzkar, bahwa shalat Istikharah disunnahkan dilaksanakan pada segala kondisi, sebagaimana dijelaskan oleh Nash hadis di atas. Hal ini juga dikemukakan oleh Ibnu Hajar Al-Asqolani (Fathul Bari 11/184)

Dalam hadis di atas Rasulullah SAW tidak menjelaskan kapan pelaksanaan shalat sunnah tersebut, yang dijelaskan hanyalah jumlah rakaatnya. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan shalat istikharah bisa kapan saja, pada saat kita akan melakukan suatu hal.

C. Cara Shalat Istikharah

Shalat Istikharah sebenarnya tidak ada bedanya dengan shalat sunnah lainnya. Dikerjakan dengan dua rakaat dengan bacaan surat yang bebas ditentukan sendiri. Tidak ada ketentuan khusus untuk membaca ayat-ayat tertentu dari Al-Quran. Kecuali niatnya memang untuk shalat Istikharah.

Kemudian setelah itu mulai berdoa dengan lafadz sebagai berikut :

اللهم إني أستخيرك بعلمك وأستقدرك بقدرتك وأسألك من فضلك العظيم فإنك تقدر ولا أقدر ، وتعلم ولا أعلم وأنت علام الغيوب. اللهم إن كنت تعلم أن هذا الأمر خير لي في ديني ومعاشي وعاقبة أمري فاقدره لي ويسره لي ثم بارك لي فيه.

وإن كنت تعلم أن هذا الأمر شرلي في ديني ومعاشي وعاقبة أمري فاصرفه عني واصرفني عنه واقدر لي الخير حيث كان ثم ارضني به

Allahumma Inni Astakhiruka bi 'ilmika wa astaqdiruka diqudratika wa as'alukan min fadhlikal 'azhiem, fainnaka taqdiru wa la aqdir, wa ta'lamu  wa la a'lam. Wa anta 'allamul ghuyub. Allahumma inkunta ta'lamu anna hadzal amra khairun li fi dini wa ma'asyi wa 'aqibatu amri faqdurhu li wa yassirhu li tsumma baarikhu li. 

Wa inkunta ta'lamu anna hadzal amra syarran li fi dini wa ma'asyi wa 'aqibatu amri, fashrifhu 'anni washrifni 'anhu, waqdu liyal khaira hatsu kaana tsummardhini bihi.

Ya Allah, aku memohon dipilihkan dengan ilmu-Mu. Aku bermohon penilaian dengan kekuasaan-Mu. Dan meminta dengan keutamaan-Mu yang Agung. Sesungguhnya Engkau berkuasa dan aku tidak berkuasa. Engkau Maha Mengetahui dan aku tidak mengetahui. Dan Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib.

Ya Allah, bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini baik untukku, untuk agamaku dan untuk kehidupanku, serta resikoku, taqdirkanlah hal itu untukku, mudahkanlah untukku, serta berkahilah aku pada hal itu.

Ya Allah, bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk untukku, untuk agamaku dan untuk kehidupanku, serta resikoku, jauhkanlah hal itu untukku, jauhkan aku dari hal itu. Jadikanlah untukku kebaikan di manapun kebaikan itu berada. Kemudian ridhai aku pada hal itu.

Kemudian dia menyebutkan hajatnya, yaitu pada kalimat hadzal amra.

D. Bentuk Jawaban 

Dalam hadis tidak dijelaskan bagaimana jawaban akan diberikan, meskipun Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Adzkar menyatakan hendaklah orang tersebut memilih sesuai dengan pilihan hatinya (hatinya menjadi condong terhadap suatu pilihan setelah shalat). Tetapi pendapat tersebut ditentang oleh sejumlah ulama karena hadis yang menjadi rujukan Imam Nawawi adalah hadis dhaif. Para ulama hanya menegaskan bahwa jangan memilih pilihan yang ada sebelumnya yang hanya berdasarkan kepada hawa nafsu (Fathul bari 11/187)

Jadi yang seharus dilakukan adalah, setelah kita melaksanakan shalat istikharah kita pilih mana yang terbaik (berazam) dan meyerahkan segala urusannya pada Allah. Karena kalau pilhan tersebut adalah pilihan yang terbaik, maka Allah akan memudahkannya bagi orang tersebut dan akan memberkahinya. Tetapi jika hal tersebut adalah sebaliknya maka Allah akan memalingkannya dan memudahkan orang tersebut kepada kebaikan dengan idzin-Nya. (Bughyatul Mutathowwi Fi Shalat At-Tathowwu hal 105)

Tidak ada satu keterangan pun yang menjelaskan bahwa hasil dari shalat istikharah akan ada pada mimpi. Sejumlah ulama di antaranya Imam An-Nawawi menyatakan bahwa pilihan akan diberikan kepada orang yang melaksanakan shalat tersebut dengan dibukakan hatinya untuk menerima atau melakukan suatu hal. Tetapi pendapat ini ditentang oleh sejumlah ulama diantaranya Al-Iz bin Abdis-Salam, Al-Iroqi dan Ibnu Hajar. Bahwasanya orang yang telah melaksanakan shalat istikharah hendaklah melaksanakan apa yang telah diazamkannya, baik hatinya menjadi terbuka maupun tidak tidak.

Ibnu Az-Zamlakani berkata: Apabila seseorang melaksanakan shalat istikharah dua rakaat karena sesuatu hal, maka hendaklah ia mengerjakan apa yang memungkinkan baginya, baik hatinya menjadi terbuka untuk melakukannya atau tidak, karena sesungguhnya kebaikan ada pada apa yang dia lakukan meskipun hatinya tidak menjadi terbuka, beliau berpendapat karena dalam hadis Jabir tidak dijelaskan adanya hal tersebut (Thobaqot Asy-Syafiiyah/ Ibnu As-Subki 9/206). Sedangkan hadis Anas bin Malik yang dijadikan alasan oleh Imam Nawawi didhoifkan oleh sejumlah ulama (Fathul Bari 11/187)

E. Batasan Jumlah Shalat Istikharah

 Kami tidak mendapatkan dalil shohih yang menjelaskan tentang batasan minimum maupun maksimum pelaksanaan shalat istikharah. Sedangkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu sunni dari Anas RA ia berkata : Rasulullah SAW bersabda:Wahai Anas, Apabila engkau berniat melaksanakan suatu urusan, maka minta pilihan pada tuhanmu mengenai urusan tersebut tujuh kali, kemudian perhatikan mana urusan yang pertama dipilih oleh hatimu, karena kebikan ada padanya

Hadis di atas dihoif sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Hajar : Sanadnya dhoif sekali (Fathul Bari 11/187). Al-Iroqi berkata :Mereka (para rowi) memang terkenal tetapi di antara mereka ada rowi yang terkenal dengan kedhoifannya (bahkan sangat dhoif) yaitu Ibrohim bin Al-Baro ( Kitab Al-Adzkar An-Nawawi dan Tuhfatul Abror As-Suyuthi hal 162-163).

www.rumahfiqih.com

Baca Juga
SHARE

Related Posts

Subscribe to get free updates

Posting Komentar