jfl4pTej7k4QfCLcbKfF9s3px8pyp1IT1rbd9c4h
Agama Bangsa Arab

Iklan Billboard 970x250

Agama Bangsa Arab

shirathal-mustaqim.org

Sirah Nabawiah & Biografi Ulama Ahl Sunnah wal Jama'ahHomeSirah Nabawiah & Biografi Ulama Ahl Sunnah wal Jama'ahSeputar Al-Qur'an

AR-RAHIQ AL-MAKHTUM - SIRAH NABAWIAH - SYAIKH SYAFIYYURAHMAN AL-MUBARAKFURI

AGAMA BANGSA ARAB

Mayoritas bangsa Arab mengikuti dakwah Ismail عَلَيْهِ السَلاَمُ, yaitu tatkala beliau menyeru kepada agama bapaknya, Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ. Inti ajarannya menyembah kepada Allah, mengesakan- Nya dan memeluk agama-Nya. Waktu bergulir sekian lama, hingga banyak di antara mereka yang melalaikan ajaran yang pernah disampaikan kepada mereka. Meskipun demikian, masih ada sisa-sisa tauhid dan beberapa syiar dari agama Ibrahim, hingga muncul Amru bin Luhay, pemimpin Bani Khuza’ah. Dia tumbuh sebagai orang yang dikenal suka berbuat kebajikan, mengeluarkan sedekah dan peka terhadap urusan- urusan agama, sehingga semua orang mencintainya dan hampir-hampir menganggapnya sebagai salah seorang ulama besar dan wali yang disegani.

Suatu saat dia mengadakan perjalanan ke Syam. Di sana dia melihat penduduk Syam yang menyembah berhala dan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang baik serta benar. Sebab, menurutnya Syam adalah tempat para rasul dan Kitab. Karena itulah, dia pulang sambil membawa berhala Hubal dan meletakkannya di dalam Ka'bah. Setelah itu dia mengajak penduduk Mekkah untuk membuat kesyirikan terhadap Allah. Orang-orang Hijaz pada akhirnya banyak yang mengikuti penduduk Mekkah, karena mereka dianggap sebagai pengawas Ka’bah dan penduduk Tanah Suci. 1

Berhala mereka yang tertua adalah Manat, yang ditempatkan di Musyallal di tepi Laut Merah di dekat Qudaid. Kemudian mereka membuat Lata di Tha'if dan Uzza di Wadi Nakhlah. Inilah tiga berhala yang paling besar. Setelah itu kemusyrikan semakin merebak dan berhala- berhala yang lebih kecil bertebaran di setiap tempat di Hijaz. Dikisahkan bahwa Amru bin Luhay mempunyai pembantu dari jenis jin. Jin ini memberitahukan kepadanya bahwa berhala-berhala kaum Nuh (Wad, Suwa’, Yaghuts, Ya'uq, dan Nasr) terpendam di Jeddah. Maka dia datang ke sana dan mengangkatnya, lalu membawanya ke Tihamah. Setelah tiba musim haji, dia menyerahkan berhala-berhala itu kepada berbagai kabilah. 2

Akhirnya berhala-berhala itu kembali ke tempat asalnya masing- masing. Dengan demikian, di setiap kabilah dan di setiap rumah hampir bisa dipastikan ada berhalanya. Selain itu, mereka memenuhi Al-Masjid Al-Haram dengan berbagai macam berhala dan patung. Ketika Rasulullah menaklukkan Mekkah, di sekitar Ka’bah terdapat 360 berhala. Rasulullah menghancurkan berhala-berhala itu hingga runtuh semua. Selanjutnya beliau memerintahkan agar berhala-berhala tersebut dikeluarkan dari masjid dan dibakar. 3

Begitulah kisah kemusyrikan dan penyembahan terhadap berhala yang menjadi fenomena terbesar dari agama orang-orang Jahiliyah, yang menganggap dirinya berada pada agama Ibrahim. Mereka juga mempunyai beberapa tradisi dan upacara penyembahan berhala, yang mayoritas diciptakan oleh Amru bin Luhay. Orang-orang mengira apa yang diciptakan Amru itu merupakan sesuatu yang baru dan baik, serta tidak mengubah agama Ibrahim. Di antara upacara penyembahan berhala yang mereka lakukan adalah:

Mereka mengelilingi berhala dan mendatanginya sambil berkomat- kamit di hadapannya. Mereka meminta pertolongan kepadanya tatkala menghadapi kesulitan, berdoa untuk memenuhi kebutuhan, dengan penuh keyakinan bahwa berhala-berhala itu bisa memberikan syafaat di sisi Allah dan mewujudkan apa yang mereka kehendaki.Mereka menunaikan haji dan tawaf di sekeliling berhala, merunduk dan sujud di hadapannya.Mereka mengadakan penyembahan dengan menyajikan berbagai macam korban, menyembelih hewan piaraan dan hewan korban demi berhala dan menyebut namanya. Dua jenis penyembelihan ini telah disebutkan Allah di dalam firman-Nya:

وَمَا ذُبِحَ عَلَى ٱلنُّصُبِ

Dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. (Al- Ma’idah: 3)

وَلَا تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ ٱسْمُ ٱللَّهِ عَلَيْهِ

Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. (Al-An'am: 121).

Bentuk peribadatan yang lain, mereka mengkhususkan sebagian dari makanan dan minuman yang mereka pilih untuk disajikan kepada berhala, dan juga mengkhususkan bagian tertentu dari hasil panen dan binatang piaraan mereka. Ada juga orang-orang tertentu yang mengkhususkan sebagian lain bagi Allah. Yang pasti, mereka mempunyai banyak sebab untuk memberikan sesaji kepada berhala yang tidak akan sampai kepada Allah. Apa yang mereka sajikan kepada Allah hanya sampai kepada berhala-berhala mereka. Allah berfirman:

وَجَعَلُواْ لِلَّهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ ٱلْحَرْثِ وَٱلْأَنْعَٰمِ نَصِيبًا فَقَالُواْ هَٰذَا لِلَّهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَٰذَا لِشُرَكَآئِنَا ۖ فَمَا كَانَ لِشُرَكَآئِهِمْ فَلَا يَصِلُ إِلَى ٱللَّهِ ۖ وَمَا كَانَ لِلَّهِ فَهُوَ يَصِلُ إِلَىٰ شُرَكَآئِهِمْ ۗ سَآءَ مَا يَحْكُمُونَ

Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka: “Ini untuk Allah dan ini untuk berhala- berhala kami" Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala- berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu sampai kepada berhala- berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu. (Al-An'am: 136).

Di antara jenis peribadatan yang mereka lakukan ialah dengan bernazar menyajikan sebagian hasil tanaman dan ternak untuk berhala-berhala itu. Allah berfirman:

وَقَالُواْ هَٰذِهِۦٓ أَنْعَٰمٌ وَحَرْثٌ حِجْرٌ لَّا يَطْعَمُهَآ إِلَّا مَن نَّشَآءُ بِزَعْمِهِمْ وَأَنْعَٰمٌ حُرِّمَتْ ظُهُورُهَا وَأَنْعَٰمٌ لَّا يَذْكُرُونَ ٱسْمَ ٱللَّهِ عَلَيْهَا ٱفْتِرَآءً عَلَيْهِ ۚ سَيَجْزِيهِم بِمَا كَانُواْ يَفْتَرُونَ

Dan mereka mengatakan: "Inilah hewan ternak dan tanaman yang dilarang; tidak boleh memakannya, kecuali orang yang Kami kehendaki”, menurut anggapan mereka, dan ada binatang ternak yang diharamkan menungganginya dan ada binatang ternak yang mereka tidak menyebut nama Allah waktu menyembelihnya, semata- mata membuat-buat kedustaan terhadap Allah. Kelak Allah akan membalas mereka terhadap apa yang selalu mereka ada-adakan. (Al- An’am: 138).

Beberapa jenis unta yang dijuluki Bahirah, Sa'ibah, Washilah, dan Hami juga diperlakukan sedemikian rupa. Ibnu Ishaq mengisahkan, “Bahirah ialah anak Sa’ibah, unta betina yang telah beranak sepuluh, yang semuanya betina dan sama sekali tidak mempunyai anak jantan. Unta ini tidak boleh ditunggangi, tidak boleh diambil bulunya, dan susunya tidak boleh diminum kecuali oleh tamu. Jika kemudian melahirkan lagi anak betina, maka telinganya harus dibelah. Setelah itu ia harus dilepaskan secara bebas bersama induknya, dan harus mendapat perlakuan seperti induknya. Washilah adalah domba betina yang selalu melahirkan anak kembar betina selama lima kali secara berturut-turut, tidak diselingi kelahiran anak jantan sama sekali. Domba ini dijadikan sebagai perantara untuk peribadatan. Oleh karena itu mereka berkata, “Aku mendekatkan diri dengan domba ini.” Tetapi, bila setelah itu unta tersebut melahirkan anak jantan dan tidak ada yang mati, maka domba ini boleh disembelih dan dagingnya dimakan. Hami adalah unta jantan yang sudah membuntingi sepuluh betina yang melahirkan sepuluh anak betina secara berturut-turut tanpa ada jantannya. Unta seperti ini tidak boleh ditunggangi, tidak boleh diambil bulunya, harus dibiarkan lepas, dan tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan apa pun. Untuk itu Allah menurunkan ayat:

مَا جَعَلَ ٱللَّهُ مِنۢ بَحِيرَةٍ وَلَا سَآئِبَةٍ وَلَا وَصِيلَةٍ وَلَا حَامٍ ۙ وَلَٰكِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يَفْتَرُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلْكَذِبَ ۖ وَأَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ

Allah sekali-kali tidak pernah mensyariatkan adanya bahirah, saibah, washilah, dan ham, akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti. (Al-Ma’idah: 103).

Allah juga menurunkan ayat:

وَقَالُواْ مَا فِى بُطُونِ هَٰذِهِ ٱلْأَنْعَٰمِ خَالِصَةٌ لِّذُكُورِنَا وَمُحَرَّمٌ عَلَىٰٓ أَزْوَٰجِنَا ۖ وَإِن يَكُن مَّيْتَةً فَهُمْ فِيهِ شُرَكَآءُ,

Dan mereka mengatakan: uApa yang ada dalam perut binatang ternak ini adalah khusus untuk pria kami dan diharamkan atas wanita kami," dan jika yang dalam perut itu dilahirkan mati, maka pria dan wanita sama-sama boleh memakannya. (Al-An'am: 139).

Namun, ada yang menafsirkan binatang ternak tersebut berbeda dengan yang telah disebutkan tadi. 4
Sa’id bin Al-Musayyab telah menegaskan bahwa binatang-binatang ternak dipersembahkan untuk thaghut-thaghut mereka.5 Di dalam Ash-Shahih disebutkan secara marfu' bahwa Amru bin Luhay adalah orang pertama yang mempersembahkan unta untuk berhala. 6
Bangsa Arab berbuat seperti itu terhadap berhala-berhalanya, dengan disertai keyakinan bahwa hal itu bisa mendekatkan mereka kepada Allah dan menghubungkan mereka kepada-Nya serta memberikan manfaat di sisi-Nya, sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur’an:

مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلْفَىٰٓ

“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya." (Az- Zumar: 3).

وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَٰٓؤُلَآءِ شُفَعَٰٓؤُنَا عِندَ ٱللَّهِ

Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada Kami di sisi Allah.” (Yunus: 18).

Orang-orang Arab juga mengundi nasib dengan menggunakan anak panah yang tidak ada bulunya. Anak panah yang digunakan untuk mengundi nasib tersebut diberi tiga tanda: anak panah pertama diberi tanda “Ya”, dan anak panah kedua diberi tanda “Tidak", dan anak panah ketiga tidak diberi tanda apa-apa. Mereka mengundi nasib untuk memastikan pelaksanaan suatu keinginan atau rencana, seperti bepergian atau lain-lainnya dengan menggunakan anak panah itu. Jika yang keluar panah bertanda “Ya”, mereka melaksanakannya, dan jika yang keluar panah bertanda “Tidak”, mereka menangguhkannya hingga tahun depan dan berbuat hal serupa sekali lagi. Bila yang keluar anak panah yang tidak diberi tanda, mereka mengulanginya lagi.

Selain tiga anak panah bertanda seperti itu, ada jenis lain lagi yang diberi tanda air dan tebusan. Ada juga anak panah bertanda “Dari golongan kalian” atau “Bukan dari golongan kalian” atau “Anak angkat." Jika mereka memerkarakan nasab seseorang, mereka membawa orang itu ke hadapan Hubal, sambil membawa seratus hewan korban dan diserahkan kepada pengundi anak panah. Jika yang keluar tanda “Dari golongan kalian", maka orang tersebut merupakan golongan mereka, dan jika yang keluar tanda “Bukan dari golongan kalian", maka orang tersebut hanya sebagai rekan persekutuan, dan jika yang keluar tanda “Anak angkat", maka orang tersebut tak ubahnya anak angkat, bukan termasuk dari golongan mereka dan juga tidak bisa didudukkan sebagai rekan persekutuan. 7

Perjudian dan undian tidak berbeda jauh dengan hal tersebut. Mereka membagi daging korban yang telah disembelih berdasarkan undian itu.

Mereka juga percaya kepada perkataan peramal, orang pintar dan ahli nujum. Peramal adalah orang yang mengabarkan sesuatu yang bakal terjadi di kemudian hari. Ia mengaku bisa mengetahui rahasia gaib pada masa mendatang. Di antara peramal ini ada yang mengaku memiliki pengikut dari golongan jin yang memberinya suatu pengabaran. Di antara mereka mengaku bisa mengetahui hal-hal gaib lewat suatu pemahaman yang dimilikinya. Di antara mereka mengaku bisa mengetahui berbagai masalah lewat isyarat atau sebab yang memberinya petunjuk, dari perkataan, perbuatan atau keadaan orang yang bertanya kepadanya. Orang semacam ini disebut paranormal atau orang pintar. Ada pula yang mengaku bisa mengetahui orang yang kecurian dan tempat di mana dia kecurian serta orang tersesat dan lain-lain.

Selain peramal, ada ahli nujum. Yaitu orang yang memperhatikan keadaan bintang dan planet, lalu dia menghitung perjalanan dan waktu peredarannya, agar dengan begitu dia bisa mengetahui berbagai keadaan di dunia dan peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi pada masa mendatang. 8 Pembenaran terhadap pengabaran ahli nujum pada hakikatnya merupakan keyakinan terhadap bintang-bintang. Sedangkan keyakinan mereka terhadap bintang-bintang merupakan keyakinan terhadap hujan. Maka mereka berkata, “Hujan yang turun kepada kami berdasarkan bintang ini dan itu.” 9

Di kalangan mereka juga ada tradisi thiyarah, yakni pesimis terhadap sesuatu. Pada mulanya mereka mendatangkan seekor burung atau biri- biri, lalu melepasnya. Jika burung atau biri-biri itu pergi ke arah kanan, mereka jadi bepergian ke tempat yang hendak dituju dan hal itu dianggap sebagai pertanda baik. Jika burung atau biri-biri tersebut berjalan ke kiri, mereka mengurungkan niatnya untuk bepergian dan menganggapnya sebagai tanda kesialan. Mereka juga meramal di tengah perjalanan bila bertemu burung atau hewan tertentu.

Tidak berbeda jauh dengan hal tersebut adalah kebiasaan mereka menggantungkan ruas tulang kelinci. Mereka juga meramal kesialan dengan sebagian hari, bulan, hewan atau wanita. Mereka percaya bahwa bila ada orang mati terbunuh, jiwanya tidak tenteram bila dendamnya tidak dibalaskan. Ruhnya bisa menjadi burung hantu yang beterbangan di padang pasir seraya berkata, “Berilah aku minum, berilah aku minum!” Jika dendamnya sudah dibalaskan, maka ruhnya menjadi tenteram. 10

Sekalipun masyarakat Arab sangat bodoh seperti itu, sisa-sisa agama Ibrahim tetap ada di kalangan mereka dan mereka sama sekali tidak meninggalkannya. Seperti pengagungan terhadap Ka'bah, tawaf, haji, umrah, wukuf di Arafah dan Muzdalifah. Meskipun ada hal-hal baru dalam pelaksanaannya.

Di antara orang-orang Quraisy, tetap ada yang mengatakan, “Kami adalah anak keturunan Ibrahim dan penduduk Tanah Suci, penguasa Ka’bah dan penghuni Mekkah. Tidak ada seorang pun dari bangsa Arab yang mempunyai hak dan kedudukan seperti kami. Maka tidak layak bagi kami keluar dari Tanah Suci ini ke tempat lain." Karena itu, mereka tidak melaksanakan wukuf di Arafah dan tidak ifadhah dari sana, tetapi ifadhah dari Muzdalifah. Tentang hal ini Allah menurunkan ayat:

ثُمَّ أَفِيضُواْ مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ ٱلنَّاسُ

Kemudian tertolaklah kamu dari tempat tertolaknya orang-orang tanyak (Arafah) (Al-Baqarah: 199).11

Hal-hal baru lainnya, mereka berkata, “Tidak selayaknya bagi orang- orang Quraisy untuk memberi makan keju dan meminta minyak samin ketika mereka sedang ihram. Mereka tidak boleh masuk Baitul Haram dengan mengenakan kain wol dan tidak boleh berteduh jika ingin berteduh kecuali di rumah-rumah pemimpin selama mereka sedang ihram. Mereka juga berkata, “Penduduk di luar Tanah Suci tidak boleh memakan makanan yang mereka bawa dari luar Tanah Suci ke Tanah Suci bila kedatangan mereka untuk haji atau umrah." 12

Mereka juga menyuruh penduduk di luar ranah Suci untuk tetap mengenakan ciri pakaiannya sebagai penduduk bukan Tanah Suci pada awal kedatangan mereka untuk melakukan tawaf awal, jika tidak memiliki ciri pakaiannya sebagai penduduk luar Tanah Suci, mereka harus tawaf dalam keadaan telanjang. Ini berlaku untuk kaum laki-laki, sedangkan untuk wanita harus melepaskan semua pakaiannya, kecuali baju rumahnya yang longgar. Saat itu mereka berkata:

Hari ini tampak sebagian atau semuanya
Apa yang tiada tampak tiada diperkenankannya.

Lalu Allah menurunkan ayat mengenai hal ini:

۞ يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُواْ وَٱشْرَبُواْ وَلَا تُسْرِفُوٓاْ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid. (Al-A'raf: 31).

Pakaian yang dikenakan penduduk luar Tanah Suci harus dibuang setelah melakukan tawaf awal, dan tak seorang pun boleh mengambilnya lagi, begitu pula orang yang bersangkutan.13

Hal baru lainnya, mereka tidak memasuki rumah dari pintunya selama dalam keadaan ihram. Mereka membuat lubang di bagian belakang rumah, dan dari lobang itulah mereka keluar masuk rumahnya. Mereka menganggap hal itu sebagai perbuatan yang baik. Namun, Al-qur'an melarangnya (Al-Baqarah; 189),

Semua ritual keagamaan tersebut adalah kesyirikandan penyembahan terhadap berhala; keyakinan terhadap khayalan dan khurafat. Begitulah agama mayoritas bangsa Arab. Sebelum itu sudah ada agama Yahudi, Nasrani, Majusi, dan Shabi'ah yang masuk ke dalam masyarakat Arab.

Orang-orang Yahudi mempunyai dua latar belakang, sehingga mereka beradadl Jazirah Arab, yang setidak-tidaknya digambarkan dalam dua hal berikut ini;

Kepindahan mereka pada masa penaklukan bangsa Babllon dan Asyur di Palestina, yang mengakibatkan tekanan terhadap orang orang Yahudi, penghancuran negeri mereka dan pemusnahan mereka di tangan Nebukadnezar pada tahun 587 SM. Di antara mereka banyak yang ditawan dan dibawa ke Babilonia. Sebagian di antara mereka juga ada yang meninggalkan Palestina dan pindah ke Hijaz. Mereka menempati Hijaz bagian utara. 14

Dimulai dari pencaplokan bangsa Romawi terhadap Palestina pada tahun 70 M, yang disertai dengan tekanan terhadap orang- orang Yahudi dan penghancuran haikal-haikal (kuil-kuil) mereka, sehingga kabilah-kabilah mereka berpindah ke Hijaz, lalu menetap di Yatsrib, Khaibar dan Taima’. Di sana mereka mendirikan perkampungan Yahudi dan benteng pertahanan. Maka agama Yahudi menyebar di sebagian masyarakat Arab melalui para imigran Yahudi tersebut. Mereka selanjutnya memiliki beberapa peran yang bisa dicatat dari beberapa peristiwa yang bersifat politis, sebelum munculnya Islam. Saat Islam datang, kabilah- kabilah Yahudi yang terkenal adalah Yahudi Khaibar, Bani Nadhir, Bani Quraizhah dan Bani Qainuqa.' As-Samhudi menyebutkan di dalam Wafa’ul Wafa hal. 116 bahwa jumlah kabilah Yahudi saat itu lebih dari dua puluh. 15

Agama Yahudi masuk ke Yaman karena dibawa oleh penjual jerami yang bernama As'ad Abu Karb. Awal mulanya dia pergi untuk berperang ke Yatsrib dan memeluk agama Yahudi di sana. Sepulangnya dari Yatsrib ke Yaman dia membawa dua pemuka Yahudi dari Bani Quraizhah, sehingga agama Yahudi menyebar di sana. Setelah As'ad meninggal dunia dan digantikan anaknya, Yusuf Dzu Nuwas, dia memerangi orang- orang Kristen dari penduduk Najran dan memaksa mereka untuk masuk agama Yahudi. Karena mereka menolaknya, maka dia menggali parit dan membakar mereka di dalam parit itu. Tak seorang pun yang tersisa, laki- laki maupun wanita, tua maupun muda. Ada yang mengisahkan bahwa korban yang dibunuhnya mencapai 20-40 ribu. Peristiwa ini terjadi pada bulan Oktober 523 M.16 Al-Qur'an telah memuat sebagian kisah ini di dalam surat Al-Buruj.

Sementara itu, agama Nasrani masuk ke Jazirah Arab melalui pendudukan orang-orang Habasyah dan Romawi. Pendudukan orang- orang Habasyah yang pertama kali di Yaman pada tahun 340 M dan terus berlanjut hingga tahun 378 M.17 Pada masa itu misionaris Nasrani menyelusup ke berbagai tempat di Yaman. Tidak lama kemudian, ada seseorang yang zuhud, yang doanya senantiasa dikabulkan dan memiliki karamah, datang ke Najran. Dia mengajak penduduk Najran untuk memeluk agama Nasrani. Mereka melihat garis-garis kejujuran dirinya dan kebenaran agamanya. Oleh karena itu, mereka memenuhi ajakannya untuk memeluk agama tersebut. 18

Setelah orang-orang Habasyah menduduki Yaman untuk mengembalikan kondisi karena tindakan Dzu Nuwas dan Abrahah memegang kekuasaan di sana, maka agama Nasrani berkembang pesat dan sangat maju. Karena semangatnya dalam menyebarkan agama ini, Abrahah membangun sebuah gereja di Yaman, yang dinamakan Ka’bah Yaman. Dia menginginkan agar semua bangsa Arab “berhaji" ke gereja ini dan hendak menghancurkan Baitullah di Mekkah. Namun, Allah membinasakannya.

bangsa Arab yang memeluk agama Nasrani adalah dari suku-suku Ghassan, kabilah-kabilah Taghlib, Thayyi', dan yang berdekatan dengan orang-orang Romawi. Bahkan sebagian raja Hirah juga memeluk agama Nasrani.

Adapun agama Majusi, lebih banyak berkembang di kalangan bangsa Arab yang berdekatan dengan orang-orang Persia. Agama ini juga pernah berkembang di kalangan orang-orang Arab Iraq, Bahrain, dan wilayah- wilayah di pesisir teluk Arab. Ada pula penduduk Yaman yang memeluk agama Majusi ketika bangsa Arab menduduki Yaman.

Sementara itu, agama Shabi'ah menurut beberapa kisah dan catatan berkembang di Iraq dan lainnya, yang dianggap sebagai agama kaum Ibrahim Kaldean. Banyak penduduk Syam dan Yaman pada masa dahulu yang memeluk agama ini. Setelah kedatangan beberapa agama baru, seperti agama Yahudi dan Nasrani, agama Shabi'ah mulai kehilangan eksistensinya dan surut. Namun, sisa-sisa menganutnya tetap ada dan bercampur dengan penganut agama Majusi, atau yang berdampingan dengan mereka di pemukiman masyarakat Arab di Iraq dan di pinggiran Teluk Arab.19 20

KONDISI KEHIDUPAN AGAMA

Seperti itulah agama-agama yang ada pada saat kedatangan Islam. Namun, agama-agama itu sudah banyak disusupi penyimpangan dan hal-hal yang merusak. Orang-orang musyrik yang mengaku berada pada agama Ibrahim, keadaannya sangat jauh dari perintah dan larangan syariat Ibrahim. Mereka mengabaikan tuntunan-tuntunan tentang akhlak yang mulia. Kedurhakaan mereka tak terhitung banyaknya, dan seiring dengan perjalanan waktu, mereka berubah menjadi penyembah berhala (paganis), dengan tradisi dan kebiasaan yang menggambarkan berbagai macam khurafat dalam kehidupan agama, kemudian mengimbas ke kehidupan sosial dan politik.

Adapun orang-orang Yahudi telah menjelma sebagai orang-orang yang angkuh dan sombong. Pemimpin-pemimpin mereka menjadi sesembahan selain Allah. Para pemimpin itulah yang memutuskan hukum di antara manusia dan mengorek-orek kesalahan mereka, bahkan sampai kepada urusan yang masih terbetik di dalam hati dan belum diucapkan lisan. Ambisi mereka hanya satu; mendapatkan kekayaan dan kedudukan, sekalipun berakibat musnahnya agama dan menyebabkan kekufuran serta pengabaian terhadap ajaran-ajaran yang telah ditetapkan Allah dan yang dianjurkan bagi semua orang untuk menyucikannya.

Agama Nasrani sendiri berubah menjadi agama paganisme yang sulit dipahamidan menimbulkan pencampuradukan antara Allah dan manusia Kalau pun ada bangsa Arab yang memeluk agama ini, tidak ada pengaruh yang berarti, karena ajaran-ajarannya jauh dari model kehidupan yang mereka jalani, dan yang tidak mungkin mereka tinggalkan.

Semua agama bangsa Arab pada waktu itu, keadaan para pemeluknya, sama dengan keadaan orang-orang musyrik. Hati, kepercayaan, tradisi, dan kebiasaan mereka hampir serupa.

Mukhtashar Siratur Rasul, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, hal. 12.<.li>Shahih Al-Bukhari, 1/222.Ibid, hal. 13, 50-52, dan 54.Ibnu Hisyam, I/89-90.Shahih Al-Bukhari, I/499.Ibid.Muhadharat Tarikh Al-Umam Al-lslamiyyah, Al-Khudhari, 1/56; Ibnu Hisyam, I/152-153.Mirqatul Mafatih: Syarh Misykatul Mashabih, 11/2-3.Lihat Shahih Muslim ma'a Syarhihi, Kitab Al-lman, 1/59.Lihat Shahih Al-Bukhari, 11/851,857, dengan hasyiyyah Syaikh Ahmad Ali As-Saharanfuri.Ibnu Hisyam, 1/199; Shahih Al-Bukhari, I/226Ibnu Hisyam, I/202.Ibu Hisyam, I/202-203; Shahih Al Bukhari, I/226Qalbu Jaziratil 'Arab, hal. 151.Ibid.Tafhimul Qur'an, VI/297-298 dan Ibnu Hisyam, I/20-22, 27, 31, 35 dan 36.Tafhimul Qur'an, VI/297.Lihat pembahasannya di Ibnu Hisyam, 1/31-34.Tarikhu Ardhil Qur'an, 11/193-208.Komentar: Mengenai hakikat Shabi'ah, Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya (Cet. II, Daruth Thayyibah, tahqiq: Sami As-Salamah) setelah menyebutkan perbedaan dalam persoalan Hakikat Shabi'ah (I/290), "Pendapat yang paling jelas adalah ungkapan Mujahid, dua pengikutnya, dan Wahb bin Munabbih, bahwa mereka merupakan orang-orang yang tidak beragama Yahudi, Nasrani, Majusi ataupun musyrik. Mereka adalah kaum yang hidup pada masa fatrah dan tidak berada dalam satu agama yang ditetapkan bagi mereka; yang mereka ikuti. Karena itulah, kaum musyrikin menjuluki siapa saja yang masuk Islam sebagai kalangan Shabi'ah. Artinya, ia telah keluar dari seluruh agama penduduk bumi pada waktu itu. Beberapa ulama mengatakan, "Shabi'in adalah orang- orang yang belum sampai kepada mereka dakwah seorang nabi pun." Wallahu a'lam. 
Disebutkan pula dalam Tafsir Al-Qurthubi pada penafsiran surat Al-Baqarah ayat ke-62, "Para pendahulu (salaf) berbeda pendapat tentang Shabi'in. Sebagian orang mengatakan bahwa mereka dari ahli kitab. Sembelihan mereka boleh dimakan dan wanita mereka boleh dinikahi.
Sebagian lain mengatakan, "Mereka beragama yang mirip dengan agama Nasrani. Hanya saja, kiblat mereka menghadap ke Selatan. Mereka mengira berada di atas agama Nuh AS. 
Sebagian lain lagi mengatakan, "Mereka kaum yang memadukan agama mereka dari agama Yahudi dan Majusi, sehingga sembelihan mereka tidak boleh dimakan dan para wanita kalangan mereka tidak boleh dinikahi.
Ada juga yang mengatakan, mereka adalah kaum yang menyembah para malaikat, shalat menghadap kiblat, membaca kitab Zabur, dan shalat lima waktu. Kemudian orang yang berpendapat seperti ini mengatakan, "Dan yang dihasilkan dari keyakinan mereka bahwa mereka bersatu meyakini pengaruh bintang-bintang.... Karena itu, ahli ilmu menfatwakan bahwa mereka kafir.
Dalam Al-Mausu'ah Al-Muyassarah disebutkan, bahwa kaum Sabi'in satu-satunya masih ada hingga hari ini dan yang menganggap Yahya sebagai nabi, mereka adalah sekte Mandaean, yang menganggap suci planet dan bintang-bintang. Di antara ajaran agama mereka adalah menghadap ke kutub utara dan demikian juga pembaptisan di dalam air. 
Dalam Ar-Raddu 'alal Manthiqiyyin: VI/454 dan seterusnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, "Sabi'in ada dua jenis: Sabi'in yang lurus dan Sabi'in musyrik. Shabi'in yang lurus merupakan kedudukan bagi orang yang mengikuti tuntunan Taurat dan Injil sebelum dihapus, diselewengkan, dan diubah. Mereka dipuji dan disanjung oleh Allah. Adapun Shabi'in yang musyrik adalah mereka yang menyembah malaikat, membaca Zabur, shalat. Mereka menghamba kepada kekuatan roh. 
Ibnul Qayyim dalam Ahkamu Ahlidz Dzimmah (Darul Kutubil 'llmiyyah, Beirut, Lebanon, Cet. II 1423 H/2002 H), "Shabi'in adalah bangsa yang besar dan di antara mereka ada yang bahagia dan sengsara. Mereka adalah salah satu dari bagian umat yang terbagi menjadi mukmin dan kafir. Sebab, umat sebelum pengutusan Nabi itu ada dua jenis: Pertama, mereka yang kafir dan sengsara semuanya, tidak ada kebahagiaan bagi mereka, seperti penyembah berhala dan Majusi.
Kedua, mereka yang terbagi menjadi dua; ada yang bahagia dan sengsara. Yaitu Yahudi, Nasrani, dan Shabi'in.
Dua golongan tersebut telah disebutkan oleh Allah di dalam Kitab-Nya, yaitu pada surat Al-Baqarah: 62, Al-Ma'idah: 69, dan Al-Hajj: 17.
Di ayat yang disebutkan terakhir tidak disebutkan kalimat "yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari akhir" karena Majusi dan orang-orang musyrik disebutkan bersama dengan mereka. Jadi, Allah telah menyebutkan enam golongan manusia; dua golongan sengsara, sedangkan empat sisanya terbagi menjadi dua kelompok: bahagia dan sengsara. Dan karena Allah menjanjikan pahala bagi orang yang beriman dan beramal saleh di antara mereka, maka Allah hanya menyebutkan empat kelompok manusia tersebut. 
Dalam ayat tersebut ada perincian di antara kelompok manusia yang memasukkan dua kelompok manusia bersama mereka dan di dalam ayat itu juga terdapat janji untuk membalas orang yang kelompok manusia yang tidak masuk kelompok mereka. Jadi bisa diketahui bahwa Sabi'in itu ada yang beriman, kafir, bahagia dan sengsara. Bangsa kuno sebelum Yahudi dan Nashara, mereka ada beberapa jenis: Shabi'in yang lurus dan Shabi'in yang musyrik.
Harran merupakan kerajaan mereka sebelum Al-Masih. Mereka memiliki berbagai buku, tulisan, dan ilmu. Sekelompok besar dari mereka menetap di Baghdad, termasuk di antaranya Ibrahim bin Hilal Ash-Shabi'i, yang memiliki banyak tulisan, la memeluk agama mereka dan puasa Ramadhan bersama kaum Muslimin. Kebanyakan dari mereka adalah para filsuf dan memiliki maqalat (kumpulan perkataan atau pendapat) yang populer, sebagaimana yang disebutkan oleh para pemilik maqalat....
Dengan demikian, kita telah mendapatkan bahwa Shabi'ah itu memiliki beberapa sekte dan kelompok:
Kelompok yang menganggap diri mereka pengikut Nuh AS.Kelompok yang mengklaim diri mereka mengikuti Yahya bin Zakaria.Kelompok yang membuat sekte antara Yahudi dan Nasrani.Kelompok yang membuat sekte antara Yahudi dan Majusi.Syaikh Masyhur bin Hassan Ali Salman di websitenya mengatakan, "Ringkasannya bahwa Shabi'ah itu kelompok yang eksis hingga saat ini, mereka kafir dan murtad, termasuk kelompok satu dalam dasar-dasarnya. Kelompok yang ada saat ini adalah paganis. Mereka tidak diperlakukan seperti Ahli Kitab dari sisi kebolehan menikahi wanita-wanita mereka yang menjaga kesucian atau memakan sembelihan mereka. Wallahu a'lam."
Lihat pula Al-Mausu'ah Al-Muyassarah fi Al-Adyan wa Al-Madzahib Al-Mu'ashirah (WAMY). (Al-Malah)

Baca Juga
SHARE

Related Posts

Subscribe to get free updates

Posting Komentar