jfl4pTej7k4QfCLcbKfF9s3px8pyp1IT1rbd9c4h
Sholat mutlak dan doa diwaktu sujud

Iklan Billboard 970x250

Sholat mutlak dan doa diwaktu sujud

Shalat Sunah Mutlak
Pertanyaan:
Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ustadz, saya mau Tanya. Apa yang dimaksud dengan shalat sunat mutlak? Kapan pelaksanaannya dan apakah amalannya sama dengan shalat sunnat rowatib?

Jawaban:

Macam-macam Shalat Sunah
Shalat sunah ada dua macam: mutlak dan muqayad
Shalat sunah muqayad adalah shalat sunah yang dianjurkan untuk dilakukan pada waktu tertentu atau pada keadaan tertentu. Seperti tahiyatul masjid, dua rakaat seusai wudhu, shalat sunah rawatib, dst.
Sedangkan shalat sunah mutlak: semua shalat sunah yang dilakukan tanpa terikat waktu, sebab tertentu, maupun jumlah rakaat tertentu. Sehingga boleh dilakukan kapanpun, di manapun, dengan jumlah rakaat berapapun, selama tidak dilakukan di waktu atau tempat yang terlarang untuk shalat (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 27:154).

Hukum Shalat Sunah Mutlak
Shalat sunah mutlak, dianjurkan untuk banyak dilakukan setiap waktu, siang maupun malam, selain waktu larangan untuk shalat. Waktu terlarang tersebut adalah:
Setelah subuh sampai matahari terbit.
Ketika matahari tepat berada di atas kepala, hingga condong sedikit kebarat.
Ketika matahari sudah menguning setelah asar, hingga matahari terbenam.

Allah berfirman,
تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“Punggung-punggung mereka jauh dari tempat tidur, karena beribadah kepada Allah, dengan penuh rasa takut dan rasa harap. Mereka juga menginfakkan sebagian dari rezeki yang Aku berikan kepada mereka.” (QS. As-Sajdah: 16)

Keutamaan Shalat Sunah Mutlak
Dari Rabi’ah bin Ka’b al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
Aku pernah tidur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku layani beliau dengan menyiapkan air wudhu beliau dan kebutuhan beliau. Setelah usai, beliau bersabda: “Mintalah sesuatu.” Aku menjawab: ‘Aku ingin bisa bersama anda di surga.’ Beliau bersabda: “Yang selain itu?” ‘Hanya itu.’ Kataku. Kemudian beliau bersabda,

فَأعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
“Jika demikian, bantulah aku untuk mewujudkan harapanmu dengan memperbanyak sujud.” (HR. Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan figur yang pandai berterima kasih kepada orang lain. Sehingga ketika ada orang yang melayani beliau, beliau tidak ingin itu menjadi utang budi bagi beliau. Sebagai wujud rasa terima kasih, beliau menawarkan kepada Rabi’ah yang telah membantunya, agar meminta sesuatu sebagai upahnya. Namun sang sahabat menginginkan agar upahnya berupa surga, bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Untuk mewujudkan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta agar Rabi’ah memperbanyak sujud, dalam arti memperbanyak shalat sunah. Karena seseorang bisa melakukan sujud sebanyak-banyaknya dengan rajin shalat sunah mutlak.
Dalam hadis yang lain, dari Ma’dan bin Abi Thalhah al-Ya’mari mengatakan,
Saya pernah bertemu Tsauban, budak yang dibebaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku pun bertanya kepadanya, ‘Tolong ceritakan kepadaku, amalan apa yang bisa menjadi sebab Allah memasukkanku ke dalam surga?’ Dalam riwayat yang lain: ‘Sampaikan kepadaku amalan yang paling dicintai Allah?’ Tsauban pun terdiam. Kemduian aku mengulangi pertanyaanku tiga kali. Setelah itu beliau menjawab, ‘Aku pernah menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau menjawab:
عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ، فَإِنَّكَ لا تَسْجُدُ، سَجْدَةً إِلا رَفَعَكَ اللهُ بِهَا دَرَجَةً، وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً
“Perbanyaklah bersujud. Karena tidaklah kamu bersujud sekali, kecuali Allah akan mengangkat satu derajat untukmu dan menghapus satu kesalahan darimu.” (HR. Muslim).
Tingkat keutamaan
Pada penjelasan sebelumnya, telah disebutkan bahwa shalat sunah ada 2: shalat sunah mutlak dan shalat sunah muqayad. Semua shalat sunah ini, tingkatannya berbeda-beda. Berikut rinciannya:
Shalat sunah muqayad, lebih utama dibandingkan shalat sunah mutlak. Meskipun shalat sunah muqayad ini dilakukan di siang hari.
Shalat sunah mutlak yang dilakukan di malam hari, lebih utama dibandingkan shalat sunah mutlak yang dilakukan di siang hari.
Sebagai contoh, orang yang mengerjakan shalat sunah mutlak antara maghrib dan isya, lebih utama dibandingkan orang yang mengerjakan shalat sunah mutlak antara zuhur dan asar.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
أفْضَلُ الصَّلاةِ بَعْدَ الصَّلاةِ المَكْتُوبَةِ الصَّلاةُ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ
“Shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat sunah yang dikerjakan di malam hari.” (HR. Muslim)
Shalat sunah mutlak yang dikerjakan di sepertiga malam terakhir, lebih utama dibandingkan shalat sunah mutlak di awal malam. Karena sepertiga malam terakhir adalah waktu mustajab untuk berdoa.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ، فَيَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ، وَمَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ، وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ
“Tuhan kita Yang Maha Mulia lagi Maha Tinggi, turun setiap malam ke langit dunia, ketika tersisa sepertiga malam yang terakhir. Kemudian Dia berfirman: ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku akan Aku kabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku akan Aku beri, dan siapa yang memohon ampun kepada-Ku akan aku ampuni.” (HR. Muslim)
Demikian yang dikabarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang wajib kita imani sebagaimana yang beliau sampaikan. Allah turun ke langit dunia, dengan cara yang sesuai kebesaran dan keagungannya, dan tidak boleh kita khayalkan.
Shalat sunah yang dilakukan di rumah, lebih utama dibandingkan shalat sunah yang dikerjakan di masjid.
إِنَّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ صَلاَةُ المَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا المَكْتُوبَةَ
“Sesungguhnya shalat yang paling utama adalah shalat yang dilakukan seseorang di rumahnya, kecuali shalat wajib.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tata Cara Shalat Sunah Mutlak
Shalat sunah mutlak tata caranya sama dengan shalat biasa. Tidak ada bacaan khusus, maupun doa khusus. Sama persis seperti shalat pada umumnya.
Untuk bilangan rakaatnya, bisa dikerjakan dua rakaat salam – dua rakaat salam. Bisa diulang-ulang dengan jumlah yang tidak terbatas.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, ‘Bagaimana cara shalat di malam hari?’ Beliau menjawab:
مَثْنَى مَثْنَى، فَإذَا خَشِيتَ الصُّبْحَ فَأوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ، تُوتِرُ لَكَ مَا قَدْ صَلَّيْتَ
“Dua rakaat-dua rakaat, dan jika kamu khawatir nabrak subuh, kerjakanlah witir satu rakaat, sebagai pengganjil untuk semua shalat yang telah anda kerjakan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Untuk shalat sunah mutlak yang dikerjakan siang hari, bisa juga dikerjakan empat rakaat dengan salam sekali, tanpa duduk tasyahud awal.
Allahu a’lam

🍃🌻Memperlama sujud terakhir, adakah dasarnya?🌻🍃

💦💥💦💥💦💥

Pertanyaan:

Ass.wr.wb. Pak Farid,
1.  Apakah keutamaan berdo'a di waktu sujud itu, hanya ada pada waktu sujud yang terakhir atau pada sebarang waktu sujud ?.
2.  Apakah boleh kita rutinkan (terutama dikala sholat sendirian) berdo'a sebelum salam dengan do'a-do'a lain selain do'a yang rutin Nabi ucapkan (Allohumma inni a'udzu bika min 'adzabi jahannam...dst.) ?.
Wass.wr.wb. (J.Pane)

Jawaban:

Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmtullah wa Barakatuh.
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala Aalihi wa Ashhabihi wa Man waalah, wa ba’d:

Kepada Pak Jalaludin Pane yang dirahmati Allah Ta’ala ....... Jazakallah Khairan atas pertanyaannya. Insya Allah akan dijawab satu per satu.

1⃣ Pertama, apakah berdoa ketika sujud mesti pada sujud terakhir atau pada sujud mana pun?

Sebagaimana kita ketahui, sujud adalah momen terdekat antara hamba dengan Rabbnya, maka kita dianjurkan banyak-banyak berdoa. Ini ditegaskan oleh riwayat berikut:

  Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

  “Posisi paling dekat antara hamba dengan Rabbnya adalah ketika sujud, maka perbanyaklah kalian berdoa.” 1)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan contoh doa yang dibacanya ketika sujud, yakni sebagai berikut:

اللهم اغفر لي ذنبي كله. دقه وجله. وأوله وآخره. وعلانيته وسره

  “Ya Allah ampunilah dosa-dosaku semua, baik yang halus atau yang jelas, yang awal dan yang akhir, dan yang terang-terangan dan yang tersembunyi.”  2)

Nah,  jika membaca doa ini maka sangat bagus dan kita telah mengikuti sunah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tetapi apakah dengan ini berarti membatasi doa-doa yang dibaca? Bolehkah membaca doa lain sesuai hajat kita? Imam Ahmad Rahimahullah lebih condong hanya membatasi pada doa-doa ma’tsur saja.

  Sedangkan, Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan bahwa doa-doa dalam sujud tersebut adalah mutlak dan tidaklah dibatasi. Doa apa saja yang termasuk maksud doa kebaikan dunia dan akhirat  adalah boleh. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan berbagai doa yang berbeda diberbagai tempat. Ini menunjukkan bahwa hal itu tidak dilarang. Dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim), dari Ibnu Mas’ud, bahwa  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang doa akhir tasyahhud: “Kemudian hendaknya dia memilih doa yang disukai dan sesuai seleranya.” Dalam riwayat Imam Muslim, sebagaimana menjelasan bab yang lalu, dari Abu Hurairah: “kemudian dia berdoa untuk apa-apa yang nyata untuk dirinya.”  Imam An Nasa’i meriwayatkan dengan sanad shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca dalam qunutnya: “Ya Allah selamatkanlah Al Walid bin Al Walid, ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah, Salamah bin Hisyam, dan orang-orang lemah dari kalangan mu’minin ..dst.”  Dalam riwayat Bukhari dan Muslim, nabi pernah berdoa dalam  qunutnya: “Ya Allah laknatlah Ra’la dan Dzakwan, dan orang-orang yang telah membangkang kepada Allah dan rasulNya.” Ini semua adalah kabilah-kabilah di Arab. Hadits-hadits seperti ini  banyak. Jawabannya adalah, bahwa hadits-hadits mereka ini menunjukkan bahwa doa bukanlah termasuk kalamun nas (pembicaraan manusia), dan tentang tasymit (menjawab bersin) dan menjawab salam, telah ada hadits yang menyebutnya sebagai kalamun nas, karena keduanya adalah bentuk lawan bicara dari manusia, dan berbeda dengan doa. Wallahu A’lam. 3)

  Demikian yang dikatakan Imam An Nawawi, dan itulah pandangan madzhab syafi’i, nampaknya inilah pendapat yang lebih kuat seperti dalil-dalil yang diterangkannya.  Namun, bagi mereka pun membaca sesuai doa yang ma’tsur adalah lebih afdhal. 4)

  Ini juga pendapat Malikiyah, dan   juga menjadi p

ilihan bagi Al

Lajnah Ad Daimah di Saudi Arabia, ketika mengomentari hadits: “Posisi paling dekat antara hamba dengan Rabbnya adalah ketika sujud, maka perbanyaklah kalian berdoa.” Katanya:

ولم يخصص دعاء دون دعاء، والأحاديث في هذا المعنى كثيرة

“Tidaklah mengkhususkan doa tertentu saja dibanding doa lainnya, dan hadits-hadits dengan makna seperti ini banyak.” 5)

📕 Pada sujud kapankah?

  Tidak ada dalil khusus yang menunjukkan bahwa sujud terakhir adalah waktu untuk memperbanyak doa yang di maksud, sehingga dia lebih lama dibanding sujud lainnya. Oleh karenanya, ketiadaan dalilnya secara khusus mestilah membuat hal ini berlaku umum pada sujud mana pun.  Justru jika kita perhatikan sunah,  semua bagian gerakan yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lakukan adalah sama panjangnya, baik ruku’,  sujud, dan i’tidalnya.

  Hal ini diterangkan oleh berita dari Al Bara bin ‘Azib Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

كَانَ رُكُوعُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسُجُودُهُ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ وَبَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ قَرِيبًا مِنْ السَّوَاءِ

  Adalah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, pada ruku, sujud, dan jika bangun dari ruku’nya (i’tidal), serta duduk di antara dua sujud, lama (tuma’ninah)-nya kurang lebih sama. 6)

  Maka, silahkan dia berdoa pada sujud mana pun dia mau, termasuk pada sujud terakhir, asalkan tidak sampai jauh melebihi lama sujud lainnya.  Menyengaja memperlama sujud terakhir melebihi sujud lainnya, bukanlah termasuk sunah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

  Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah mengatakan:

الإطالة في السجدة الأخيرة ليست من السنة لأن السنة أن تكون أفعال الصلاة متقاربة الركوع والرفع منه والسجود والجلوس بين السجدتين كما قال ذلك البراء بن عازب رضي الله عنه قال (رمقت الصلاة مع النبي صلى الله عليه وسلم فوجدت قيامه فركوعه فسجوده فجلسته ما بين التسليم والانصراف قريباً من السواء) هذا هو الأفضل ولكن هناك محلٌ للدعاء غير السجود وهو التشهد فإن النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم لما علم عبد الله بن مسعود التشهد قال (ثم ليتخير من الدعاء ما شاء) فليجعل الدعاء قل أو كثر بعد التشهد الأخير قبل أن يسلم.

  Memperpanjang sujud terakhir bukanlah bagian dari sunah, karena sunahnya adalah gerakan-gerakan dalam shalat itu hampir sama seperti ruku’, bangun dari ruku, sujud, dan duduk di antara dua sujud, sebagaimana yang dikatakan oleh Al Bara bin ‘Azib Radhiallahu ‘Anhu : (Aku shalat bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan aku dapatkan bahwa lamanya Beliau berdiri, ruku,  sujud, dan duduknya antara salam dan selesainya,  adalah mendekati sama). Inilah yang lebih utama, tetapi ada tempat lain untuk berdoa selain ketika sujud, yaitu pada saat tasyahud, sebab Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika mengetahui Abdullah bin Mas’ud sedang tasyahud, Beliau berkata: (Kemudian hendaknya kamu pilih doa apa pun yang kamu kehendaki), maka hendaknya dia berdoa sedikit atau banyak setelah tasyahud akhir sebelum salam. 7)

  Namun, jika ada memanjangkan sujud akhirnya, hal itu tidak merusak shalatnya, shalatnya tetap sah.

2⃣ Kedua, selain doa yang diajarkan nabi, apakah boleh berdoa sesuai hajat kita setelah membaca tasyahud akhir sebelum salam?

Sebagaimana hadits dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan bacaan yang mesti dibaca ketika duduk tasyahud hingga selesai, lalu bersabda:
ثُمَّ يَتَخَيَّرُ مِنْ الْمَسْأَلَةِ مَا شَاءَ

  Kemudian dia boleh memilih doa apa pun yang dia kehendaki. 8)

  Hadits ini, walau jelas menyebut memilih doa apa pun yang dia kehendaki, ternyata para imam tidak satu kata dalam memahaminya. Mayoritas ulama mengatakan ini merupakan petunjuk bolehnya berdoa apa pun yang kita mau dalam urusan agama dan dunia, selama memang itu doa yang baik. Sedangkan Imam Abu Hanifah, Imam Abul Faraj bin Al Jauzi, Syaikh ‘Athiyah bin Muhammad Salim, menyatakan tidak boleh sembarang doa kecuali dengan doa dari Al Quran dan As Sunnah.

  Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah:

فيه استحباب الدعاء في آخر الصلاة قبل السلام وفيه أنه يجوز الدعاء بما شاء من أمور الآخرة والدنيا ما لم يكن إثما وهذا مذهبنا ومذهب الج

مهور وقال أبو حن

يفة رحمه الله تعالى لا يجوز إلا بالدعوات الواردة في القرآن والسنة

Pada hadits ini terdapat anjuran disukainya berdoa pada akhir shalat sebelum salam, dan pada hadits ini juga dibolehkan berdoa dengan apa saja yang dikehendaki berupa urusan akhirat dan dunia, selama bukan yang mengandung dosa. Inilah pendapat madzhab kami (syafi’iyah) dan madzhab jumhur. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat tidak boleh kecuali dengan doa-doa yang terdapat dalam Al Quran dan As Sunnah. 9)

Imam Abul Faraj bin Al Jauzi Rahimahullah mengatakan:

وقوله ثم يتخير من المسألة ما شاء محمول عندنا على التخير من الأدعية المذكورة في القرآن وفي الحديث ومتى دعا بكلام من عنده مثل أن يقول اللهم ارزقني جارية أو طعاما فسدت صلاته وهو قول أبي حنيفة وعند مالك والشافعي يجوز أن يدعو بما شاء

  Sabdanya (Kemudian dia boleh memilih doa apa pun yang dia kehendaki) pengertiannya menurut kami adalah memilih doa-doa yang disebutkan dalam Al Quran dan Al Hadits, dan ketika dia berdoa dengan ucapan yang dibuatnya sendiri semisal: “Ya Allah berikanlah aku seorang anak perempuan atau makanan.” Maka rusaklah shalatnya, inilah pendapat  Abu Hanifah. Sedangkan menurut Malik dan Asy Syafi’i boleh berdoa dengan apa pun yang dikehendaki. 10)

  Secara zahir, hadits ini menunjukkan kebenaran pendapat mayoritas ulama, bahwa doa tersebut tidak dibatasi alias mutlak sesuai kehendak orangnya, selama  doa tersebut tidak mengandung kemungkaran. Wallahu A’lam

  Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhamamdin wa ‘ala Aalihi wa Ashhabihi ajmian.

🍃🌾🍃🌾🍃🌾🍃🌾

[1] HR. Muslim No. 482
[2] HR. Muslim No. 483
[3] Imam An Nawawi, Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 3/472.  Darul Fikr
[4] Imam Khathib Asy Syarbini, Mughni Al Muhtaj, 2/432. Mawqi’ Al Islam. Imam Syihabuddin Ar Ramli, Nihayatul Muhtaj, 4/393
[5] Fatawa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’,  No. 4210
[6] HR. Bukhari No. 792, Muslim No. 471, dan ini lafaznya Al Bukhari)
[7] Fatawa Nur ‘Alad Darb, 143/7
[8] HR. Muslim No. 402
[9] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 4/117
[10] Imam Abul Faraj bin Al Jauzi, Kasyful Musykil min Hadits Ash Shahihain, 1/191. Darul Wathan, Riyadh

🌴🍃🌻☘🌸🌾🌿🌺

✏️ Farid Nu'man Hasan
📚 Percik Iman, ilmu, dan Amal
📡 Sebarkan! Raih amal shalih
🌏 Channel Telegram: bit.ly/1Tu7OaC

SHARE

Related Posts

Subscribe to get free updates

Posting Komentar