jfl4pTej7k4QfCLcbKfF9s3px8pyp1IT1rbd9c4h
HUKUM PERAYAAN MAULID NABI

Iklan Billboard 970x250

HUKUM PERAYAAN MAULID NABI

(Semoga bisa mencairkan jiwa-jiwa para pembaca semua)

Prolog

Bismillahirrahmanirrahim…

Maulid nabi merupakan istilah khas yang sangat terkenal dalam peradaban islam dimanapun adanya adalah merupakan sebuah permasalahn fiqih klasik dan terkategori dalam permasalahan khilafiyah seperti halnya tawassul, ziarah makam rasul, membaca quran secara berjama'ah, berdzikir secara berjamaah, berdzikir dengan hitungan, dll.

Sebagaimana kita lihat sekarang-karang ini tidak sedikit ikhwah kita yang notabenenya adalah pelajar islam tetapi sangat minim sekali mengetahui bahkan enggan untuk mempelajari ikhtilaf fiqhiyah, padahal masalah khilafiyah adalah aset terbesar dalam ilmu fiqih sebagaimana yang dinyatakan para ulama pendahulu kita lewat kitab-kitab turatsnya, oleh karenanya mengetahui perbedaan fiqih sepanjang peradaban islam merupakan hal yang krusial dan harus dipelajari sebagai langkah awal dalam pengamalan dakwah, berfatwa dan lain-lain.

Ikhtilaf fiqhiyah telah banyak disinggung oleh para ulama, terutama ulama-ulama dari jazirah arab mereka mengharuskan muridnya agar mempelajari semua bidang yang berhubungan dengan fiqih tidak hanya mengambil dalil dari satu nash saja tetapi diharuskan bermuqoranah dengan nash yang lainnya seperti apa yang telah ditekankan SyaikhFaalih Al Harby kepada para muridnya.

Mari sedikit kita telusuri bagaimana pernyataan ulama-ulama Salafushaalih perihal ikhtilaf fiqhiyah ini :

1. Imam Qatadah rahimahullah 117 H beliau pernah mengatakan "Barang siapa yang tidak mengetahui ikhtilaf fiqhiyah maka dia tidak mencium baunya ilmu"

2. Al Haafidz Sa'id bin Abi 'Urbah 156 H mengatakan "Barang siapa yang tidak mendengar masalah khilafiyah dalam fiqih maka bukanlah dari golongan ulama"

3. Diriwayatkan oleh 'Usman bin 'Atho dari Ayahnya 155 H beliau mengatakan "Tidak diperbolehkan seseorang untuk berfatwa sampai dia betul-betul tahu segala permasalahan khilafiyah, jika tidak maka fatwanya ditolak".

4. Seorang tabiin Al Haafidz Ayyub As Sakhtaani 231 H yang pernah dapat julukan sebagai Sayyidul Ulama oleh Imam Dzahabi mengatakan "Tinggalkanlah fatwa ulama yang sedikit sekali mengetahui masalah khilafiyah dan peganglah fatwa ulama yang mengetahui banyak masalah khilafiyah" .

5. Berikutnya ada Syaikh Al Islam ibnu Taimiyah 727 H mengatakan "Ulama yang banyak mempelajari ilmu fiqih, maka semakin banyak juga mereka bergelut dengan masalah khilafiyah" selanjutnya beliau mengatakan "Barang siapa yang mencela apalagi mengkafirkan orang lain hanya karena berbeda pendapat, maka dia termasuk dari golongan orang-orang yang menuruti hawa nafsunya"

6. Imam Abu Hanifah pernah dinobatkan sebagai "Orang yang paling banyak mengetahui masalah khilafiyah pada umatnya"

7. Imam Syafi'i pernah menjawab pertanyaan mengenai seorang Mujtahid yang berhak mengeluarkan fatwa, beliau menjawab "Dia (mujtahid) diharuskan banyak mengetahui ikhtilaf fiqhiyah yang ada, dengan tujuan menghindari kekhilafan yang terdapat padanya sekaligus memperkokoh kebenaran yang diyakininya".

Ikhwah Fillah, sebagaimana telah disinggung oleh ulama salafusshalih tadi, jelaslah bahwa pengingkaran pada sebuah perbedaan pendapat adalah hal yang tidak boleh kecuali ada beberapa syarat tertentu. Ibnu Qudamah pernah mengatakan "Syarat mengingkari kemungkaran adalah mengetahui secara jelas permasalahan tersebut adalah mungkar dengan tanpa proses ijtihady dan setiap hal yang berada pada posisi ijtihad maka biarkanlah (boleh)"

Diriwayatkan oleh Abu Naim dalam salah satu sanadnya dari seorang ulama fiqih Imam Sufyan Assaury berkata: "Seandainya kalian melihat seseorang melakukan sebuah amalan yang termasuk pada masalah khilafiyah kemudian amalannya berbeda dengan yang kalian lakukan, maka janganlah kalian melarangnya"

Diriwayatkan juga oleh Al Khaatib Al Bahgdady dalam sebuah sanadnya dari Imam Sufyan Assaury berkata : "Setiap sesuatu yang menjadi ikhtilaf fuqoha maka saya tidak melarang kalian untuk mengambil dari pendapat yang ada".

Berikutnya seorang ulama terkemuka dari madzhab Syafi'i adalah Imam Nawawi menyebutkan dalam Raudhothu Thalibin-nya "Ulama hanya dapat mangingkari apa yang telah menjadi Ijma 'tuttankir-nya saja adapun bagi permasalahan yang menjadi ikhtilaf fuqoha maka tidak boleh untuk mengingkarinya"

I. Tasyri' Ihtifal Maulid Nabi Muhammad Saw.

Ikhwah fillah, dalam tulisan ini akan dibahas tiga (3) permasalahan utama, yaitu:

1. Apakah ihtifal maulid nabi termasuk dalam masalah 'aqidah sebagaimana yang sering kita dengar dari para salafunnashiyah ataukah masalah fiqhiyah sebagaimana yang diutarakan oleh para salafiyah fiqhiyah ?...

2. Apakah ihtifal maulid nabi adalah termasuk Al 'Aadah Al Hasanah sebagaimana banyak diutarakan oleh salafiyah fiqhiyah ataukah merupakan sebuah 'ibadah yang tidak boleh dilakukan sebagaimana dilontarkan oleh salafiyah nashiyah ?...

3. Apakah ihtifal maulid nabi termasuk dari keumuman hadis "Kullu Bid'atin Dhalalah" dan hadis "Man Ahdasta Fii Amrina Hadza Ma Laisa Minhu Fahuwa Rad" tanpa ada pengkhususan dari hadis "Man Sanna Sunnatan Hasanatan". Bahwa arti dari "Man Sanna Sunnatan Hasanatan" adalah "Barang siapa yang menghidupkan sunnah" sebagaimana yang dikatakan oleh salafiyah nashiyah, ihtifal maulid nabi termasuk pada bid'ah, apapun bentuknya selagi memuat hal baru setalah wafatnya Rasulallah saw. baik ataupun buruk termasuk pada kategori bid'ah dholalah ataukah setiap sesuatu yang baru muncul setelah wafatnya Nabi kalaulah itu merupakan suatu kebaikan dari segi syar'i, maka hal tersebut masuk pada kategori "Man Sanna Sunnatan Hasanatan" dan jika sebaliknya, maka termasuk dalam pemahamana hadis "Kullu Bid'atin Dhalalah" sebagaimana yang diutarakan oleh salafiyah fiqhiyah ?...

Penjelasan Istilah Bid’ah

Pertama-tama akan dijelaskan pemahaman salafiyah fiqhiyah dengan istilah Al Bid'ah. Salafiyah fiqhiyah membagi bid'ah menjadi dua (2) ketegori:

Pertama, pembagian bid'ah kepada Bidah Mahmudah dan Bidah Madzmumah sebagaimana yang kemukakan oleh Imam Syafi'i.

Kedua, pembagian bid'ah mengikuti seperti apa halnya hukum taklify (wajib, sunnah, haram, mubah, makruh) sebagaimana yg pernah dinyatakan oleh Shulthanul Ulama Imam 'Izzuddin bin Abdus Salam dan orang-orang yang mengikuti jejaknya seperti Syihabuddin Alqarafy, Imam Nawawi, Al Haafidz Inbu Hajar, Imam Ibnu 'Arafat dan lain-lainnya.

Imam Syatiby adalah ulama besar beliau tidak berpendapat bahwa pembagian bidah seperti diatas, beliau jg bukan termasuk pengusung makna hadis "Man Sanna Sunnatan Hasanah" dengan arti "Barang siapa yang menghidupkan sunnah" akan tetapi beliau memberi makna hadis tersebut dengan makna asli (lughawi haqiqi) yaitu "Barang siapa yang menciptakan, mengadakan dan mendatangkan sesuatu yang baru".

Sampai disini jelaslah perbadaan antara thariqatul istinbat yang dipakai oleh salafiyah nashiyah yang sekarang terkenal dengan sebutan salafiyah dengan thariqatul istinbat yang dipakai salafiyah fiqhiyah yang sering juga disebut dengan fuqaha.

a. Pemahaman Salafy

Diketahui bahwa semua yang termasuk dari Ahlusunnah Waljama'ah adalah Salafiyyun, namun dari mereka itu ada spesifikasi perbedaan dalam menerapkan metodologi penetapan hukumnya, yaitu:

Pertama, para ahli ilmu dari kalangan Ahlusunnah Waljama'ah yang menggunakan segala potensi aqal ketika mengkaji permasalahan-permasalahan fiqih yang langsung berhubungan dengan realita kehidupan dan menggunakan nash secara muthlaq ketika membahas permasalahan-permasalahan fiqih yang bersifat ghaib atau 'aqidah, spesifikasi seperti inilah yang kemudian dikalangan para ulama dinamakan dengan salafiyah fiqhiyah.

Kedua, para ahli ilmu dari kalangan Ahlusunnah Waljama'ah yang mengingkari potensi aqal dan terbatas hanya kepada nash serta astar, spesifikasi seperti inilah yang kemudian dikalangan para ulama dinamakan dengan salafiyah nashiyah.

Istilah salafy ini muncul pertama kali didalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, berkata :

"لما ماتت زينب بنت رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : الحقي بسلفنا الصالح الخير عثمانابن مظعون"

Dan hadis yang diriwayatkan oleh Sayidah 'Aisyah, berkata:

" قال لها صلى الله عليه و سلم في مرض موته : لا أرى إلا قد حضر أجلي و إنك أول أهل بيتي لحوقا بي و نعم السلف أنا لك"

Menurut fuqaha mereka berbeda pendapat mengenai pemahaman makna salafiyah terbagi menjadi tiga (3) kategori :

Kategori pertama, mereka berbeda pandapat bahwa istilah salafiyah dibatasi dengan zaman apakah hanya digunakan untuk orang-orang yang hidup pada zaman sahabat, sahabat & tabi'in, sahabat tabi'in & tabiit tabi'in atau setiap orang yang hidup sebelum abad ke 5 H, perbedaan pendapat pada kategori pertama ini muncul berdasarkan hadis "Sebaik-baik umatku (kata nabi) adalah Abad dimana saya diutus kemudian zaman setelahnya kemudian zaman setelahnya "

Kategori kedua, mereka mengatakan salafy harus digabung dengan kata shaleh, tidak cukup arti salafy dinisbahkan secara muthlaq kepada tiga generasi di atas, melainkan harus ditambahkan dengan kata shalih, oleh karena kelompok-kelompok ahlul ahwaa yang hidup di generasi tersebut tidak bisa dikatakan salafushalih.

Kategori ketiga, mereka mengatakan istilah salafy adalah sama dengan ahlu sunnah wal jama'ah.

Dari ketiganya, dapat diartikan bahwa dinamakan salafy adalah mereka-mereka yang mengembalikan segala permasalahan hukum terbatas kepada al qur'an dan sunnah tanpa melihat kepada sumber hukum yang lain, disebut juga dengan istilah salafunashiyah dengan berbagai madzhabnya yang ada, adapun safaul fiqhiyah, fuqaha atau disebut juga ulama syar'i adalah mereka-mereka yang mengembalikan segala permasalahan hukum kepada al qur'an, sunnah, atsar-atsar salafushalih dari aqwal sahabat dan para imam mujtahid.

b. Fase Perkembangan Salafy

Ikhwah fillah sebelum mengulas pendapat-ulama akan boleh dan tidaknya ihtifal maulid nabi, sebelum itu akan dijelaskan terlebih dahulu sejarah fase perkembangan madzhab salafy :

Periode I: Zaman Imam Ahmad Bin Hanbal 240 H beliau terkenal dengan pembangun aqidah salafy, sebagaimana disebutkan oleh Al Haafidz Habbtullah Al Lalikaai 418 H dalam kitabnya Syarh Ushul 'Itiqah Ahli Sunnah Wal Jamaah, di kitab itu disebutkan bahwa aqidah Ibnu Hanbal merupakan dasar dari aqidah yang diterapkan oleh salafunnasiyah melalui berbagai macam perkembangannya.

Periode II: Zaman ini terjadi pada masa kerajaan-kerajaan dimana pada waktu itu banyak sekali kebidahan, kesesatan, kedhaliman, kerusakan, khurafat yang terjadi pada aqidah salaf. Oleh karenanya banyak kaum salaf yang bergerak membentuk suatu gerakan untuk menjaga dari berbagai masalah yang bermunculan di atas dan membuat suatu bentuk perlawanan dengan panji Amr Bilma'ruf Wa Nahyi 'Anil Munkar oleh karenanya pada fase ini banyak ulama salaf yang masuk penjara, sebagai contoh Ahmad Ibn Taimiyah 726 H dan Ibnu Qayyim Aljauziyah 751 H.

Periode III: Fase ini terjadi pada masa utsmany terkenal pada waktu itu dengan hadirnya para pembaharu islam seperti Syaikh Muhammad Bin 'Abdul Wahab 1206 H, Muhammad As Sanusy 1276 H, Jamaluddin Al Afgany 1314 H, Muhammad Abduh 1323 H, Rasyid Ridha 1235 H, Abdul Hamid Bin Baadis 1354 H, Abu Syuaib Ad Dakaali 1315 H,Muhammad Bin Al Araby Al Alwy 1342 H dan lain-lain.

Periode IV: Fase ini dinamakan fase kontemporer dimana pada masa ini dijadikannya sebuah manhaj salafy yaitu Manhaj Salafiyah Al Wahabiyah bersama apa yang menjadi dasar pembaharuan dariny

c. Karakteristik Salafy

1. Salafiyah Nashiyah Al Hanbaliyah

Fokus terhadap sebuah Nash Al Qur'an karena Imam Ahmad sendiri beliau tidak mendahulukan hadits shahih baik dalam pengamalan, pemikiran ataupun taqyis-nya (qiyas); Mengambil fatwa dari para sahabat ketika ada permasalahan yang menyendiri (tidak ada dalil lain);Ketika ada masalahan khilafiyah mereka memilih sebuah pendapat yang terdekat dengan qur'an, sunnah dan qaul sahabat; Menggunakan dalil qiyas ketika dalam keadaan darurat, jika disana tidak ditemukan nas, qaul sahabat, hadis mursal maupun hadis dhaif; Membenci penfatwaan yang tidak ada atsar dari kalangan salaf.

2. Salafiyah Nashiyah At Taimiyah

Penerus manhaj salafiyah hanbaliyah; Mengemukakan pendapat-pendapat kaum sufy dengan memetakan perilaku yang sesuai dengan sunah; Menolak pen-ta'wil-an yaitu merubah dari makna dhohir (seadanya) kepada makna yang lain; Menyeimbangkan peggunaan dalil nashy dan qoul fuqoha yang mengharuskan perubahan fatwa dan segala ikhtilaf didalamnya berdasarkan masa, tempat, keadaan dan kebiasaan, sehingga para salafiyyun pada waktu itu mengatakan bahwa inilah pondasi besar yang medasari kemashlahatan umat dengan Syariat sebagai pondasi hukumnya.

Mereka mengatakan bahwa ada dua (2) Ilmu fiqih yang harus dikuasai bagi seorang mufti maupun qadhi yaitu fiqhul waqi' dan fiqh nushus yang mambahas berbagai permasalahan kekinian, karena tidak lain seorang mufti, ulama dan qadhi tugas meraka adalah menyampaikan segala pengetahuan kekinian sedangkan yang namanya Fiqh Waqi' selalu berbeda seiring dengan perkembangan zaman.

3. Manhaj Salafiyah Wahabiyah

Menyempitkan pemahaman bid'ah dengan menafsirkan hadis "Kullu Bidatin Dhalalah" dan "Hadis Man ahdatsa fi Amrina Hadza Ma Laisa Minhu Fahuwa Rad" ditujukan terhadap segala sesuatu yang baru dalam kehidupan ini.

Menakwilkan hadis "man sanna sunnatan hasanatan" dengan makna "sesiapa yang menghidupkan sunnah". Membuka pintu Ijtihad Alfardi setalah pada sebelumnya tertutup selama masa "Sukutul Baghdady" 656 H dengan dipermudah syarat, qaidah dan adab-adabnya.

Mengharamkan tawassul apapun bentuknya walaupun kepada Rasulallah saw. sendiri dan mengharamkan takwil 17 dalil dari qur'an dan hadis tentang bolehnya bertawassul yang telah dihasilkan oleh para salafiyah fiqhiyah.

Menolak pemadzhaban masalah-masalah ushul dan menerimanya dalam masalahn furu'i.

Menolak hadis "Kullu Bidatin Dholalah" sebagaimana telah dijelaskan di atas tadi.

Membidahkan berbagai perkara yang banyak dilakukan pada masa sekarang ini, seperti :

- Menutup masjid Nabawi setalah shalat Isya dan melarangnya untuk i'tikaf dan tahajjud di dalamnya belajar di Masjidil Haram bagi orang yang bukan Salafy walaupn beliau dari golongan ulama-ulama besar Hijjaz dan ulama-ulama besar Ahsaa'.

- Melarang mayat-mayat kaum muslimin di luar Makaah dan Madinah untuk dikuburkan di Makkah dan Madinah.

- Melarang perempuan untuk berziarah ke makam rasul.

- Melarang memasukkan kitab "Dalail Khairat" kedalam tempat-tampet suci.

- Melarang umat islam berqunut pada shalat subuh oleh karenanya bid'ah yang tidak diajarkan oleh syariat dan yang demikian itu adalah sunnah menurut Imam Syafiidan Imam Malik.

- Mengkafirkan kaum sufy, asyairah, almatrudiyah dan sebagian dari golongan Ikhwan Muslimin.

4. Salafiyah Wahabiyah Almuashirah

Mempermudah dari manhaj salafiyah wahabiyah beserta dasar-dasar aqidahnya. Mempercepat ketika ada pengkafiran kemudian mengumumkannya pada konferensi islam. Menolak pemikiran yang mengatakan pembagian bid'ah seperti apa yang disampaikan syafi'iyah dan lainnya dengan alasan adalah merupakan kesubhatan yang nantinya bisa mencederai eksistensi keilmuan. Menolak perbedaan pada masalah fiqih dengan mengatakan bahwa mempelajari fiqih furu'i akan menyempitkan waktu dan termasuk pada syubhat yang menjadikan umat sesat dan jauh dari kitab dan sunnah.

d. Karakteristik Salafiyah Fiqhiyah

Setelah kita menteoritiskan karakteristik dan aktifitas salafiyah fiqhiyah dan kacamata pemikirannya secara periodik dan history, berikutnya kita juga akan menguraikan provider yang terjadi pada salafiyah fiqhiyah. Sebagaimana telah maklum dari aktifitas salafiyah fiqhiyah yang sebegitu maraknya, bisa dilihat dari litelaturnya yang tebal dan ulamanya mengalami kepak sayap dimana-mana keberbagai penjuru dunia tentunya dengan sederet aktifitasnya seperti mengajar, mengkaji, menta’lif kitab, bermunaqasyah dll…

Saking maraknya sehingga munculah kronologis munculnya madzhab-madzhab seperti Almuwatha' karya Imam Malik yang disusun oleh Syaikh Sahnun menjadi pondasi awal terbentuknya madzhab maliky, Almabsut yang disusun oleh Muhammad Bin Hasan Asyaibany menjadi modal awal terbentuknya madzhab Hanafy, Al Umm dan Mukhtasar Almazaany keduanya manjadi bahan dasar terbentuknya madzhab Syafi'I dan kitab Almughni karangan Ibnu Qudamah menjadi dasar fiqih mahzhab Hanbaly.

Sejarah mencatat inilah beberapa madzhab yang terkaryakan oleh salafiyah fiqhiyah yang diperkaya dengan pemikiran, metode dan literatur-litaratur turasnya. Dan meraka sudah terbiasa dengan kesimahaan hatinya dan kerendahan hatinya untuk menerima perbedaan selagi perbedaan bisa dipertanggungjawabkan. Makannya tidak aneh terjadi banyak perbedaan pendapat dari saudara-saudaranya mengenai hukum dan masalah-masalah furu' tentang halal dan haramnya., ternyata hal seperti ini tidak menjadikan perpecahan dikalangan mereka bahkan dapat disalurkan sebagai media untuk memperluas pemahaman fiqihnya sehingga nantinya bisa mensolving pelpagai problematika terutama pada zaman setelahnya sampai era postmodern nanti sesuai dengan kebutuhan dan kemaslahatan umat.

Sebagai tambahan uraian sebelumnya, penulis akan menjelaskan beberapa contoh determinasi para ulama berkenaan dengan permasalahan ini, mulai dari yang melarang sampai yang membolehkannya.

II. Pelarangan Ihtifal Mulid Nabi Saw.

Pembaca yang budiman kita akan mulai dengan contoh fatwa ulama yang melarang Ihtifal Kelahiran Nabi Muhammad saw. Syaikh 'Abdul 'Aziz Bin Baz rahimahullah ketika ditanya tentang Maulid Nabi Muhammad saw. beliau menjawab :

“tidak boleh merayakan kelahiran nabi Muhammad saw. begitu juga yang lainnya oleh karenanya merupakan perkara bid'ah (mengada-ada) dalam agama yang tidak dilakukan padaera kanjeng nabi, khulafaurrasyidin, para sahabat Radiaallah 'Anhum dan tidak juga dilakukan oleh para tabiin sedangkan mereka adalah orang-orang gagap-gempita paling tahu tentang sunnah dan paling mencintai rasulallah dalam mengikuti segala jejak dan ajarannya”.

Sebuah hadis menyebutkan "Barang siapa yang membuat sesuatu yang baru sedangkan tidak ada pada zaman nabi maka semua itu ditolak" pada hadits lain dikatakan “Ikutilah segala sunnahku, sunnah khulafaurrasyidin yang telah diberi hidayah setelahku dan berpegang teguhlah kepadanya gigitlah ia dengan gigi gerahammu dan hati-hatilah dengan sesuetu yang baru karena sesuatu yang baru itu adalah bidah dan setiap bidah itu sesat" kedua hadis ini merupakan peringatan keras bagi sesiapa yang melakukan bidah kemudian mengamalkannya. Allah swt. berfirman :

" و ما آتاكم الرسول فخذوه و ما نهاكم عنه فانتهوا "

Ini adalah contoh konkrit dari ulama salafiyah nashiyah yang banyak ditemui buku-buku dalam melarang perayaan mauled nabi Muhammad saw. sebagaimana maklum bahwa mereka satu barisan, metode dan rujukan yang tidak beda satu dengan lainnya.

Berikut ini adalah kolektifitas pendapat-pendapat ulama yang melarang maulid nabi tanpa melihat golongan mana mereka berada:

Syaikh Ibrahim Bin Sholih Ali Syaikh, DR. Muhammad Bin Sa'ad Asyuai'ir, Syaikh 'Abdulrrahman Bin Basam, Syaikh 'Abdullah Bin Hamid rahimahullah, Syaikh Dr. Ashodiq Ashuduq, Syaikh 'Abdurrazaq 'Afifi, Syaikh Muhammad Bin Sholih Al'utsaimin, Syaikh 'Abdullah Bin 'Almani' semuanya dalam satu kata yaitu “melarang” para ulama besar ini mengatakan bahwa perayaan mauled nabi adalah perbuatan bid'ah yang harus dijauhi.

III. Peng-Ibahan (pembolehan) Ihtifal Maulid Nabi

Uraian berikutnya ialah pendapat ulama-ulama salafiyah fiqhiyah yang member label ibahah pada Ihtifal Maulid Nabi diantaranya :

Pertama : Fatwanya Al Hafidz Abi Syamah Syihabuddin Abdurrahman Asyafi'i 665 H yang sangat tenar dengan laqab Imam Nawawy, beliau berkata "Sebaik-baik bidah pada zaman sekarang adalah seperti yang dilakukan tiap tahun ketika perayaan mauled nabi dengan menyelenggarakan banyak kebaikan, penggalangan shadakah dan menunjukan kegembiraan. Oleh karenanya terdapat banyak sekali kebaikan besar bagi fuqara mereka bisa merasakan kecintaan kepada nabi Muhammad saw. pun dalam hatinya tertanam sifat memuliakan nabi Muhammad saw. "

Kedua: Seorang ulama kenamaan Al'aalim Muhammad Bin 'Abdullah Bin Alhaaj Al’faasy Alqairuny Almaaliky 713 H, dalam kitabnya beliau mengatakan “berkenaan dengan penyambutan bulan rabiulawal yang mana beliau menganjurkan untuk memuliakannya, menghormatinya, banyak berbuat kebaikan-kebaikan didalamnya sambungnya lagi karena pada bulan itu telah lahir sayyidulummat Muhammad saw. sebagai rasa syukur kepada Allah swt,. ini adalah ni'mat yang sangat besar juga seperti disebutkan dalam hadis nabi mengenai keutamaan hari dan bulan dimana beliau dilahirkan sebagaimana ketika ditanyaan kepadanya tentang puasa hari senin beliau menjawab " di hari itu saya telah dilahirkan"

Ketiga : fatwa Syaikhul Islam Ibn Taimiyah Rahimahullah beliau mengatakan "Maulid nabi sebagaimana yang dirayakan umat islam setiap tahunnya adalah merupakan pahala yang besar bagi yang merayakannya karena tujuan baiknya adalah memuliakan nabi Muhammad saw. "

Sebagai tambahan ketika sebuah pertanyaan dilontarkan kepada beliau tentang berkumpulnya kaum faqir dalam sebuah masjid yang berdzikir, membaca ayat qur'an kemudian berdoa sambil menangis serta penuh harap semata-mata karena Allah Swt. bukan dengan tujuan ria tidak juga sum'ah, apakah perkara ini boleh atau tidak ?...

Lalu dijawabnya "Alhamdulillah, sudah menjadi 'ijma ulama bahwasanya membaca qur'an, berdzikir dan berdoa semua itu adalah amalan baik yang dianjurkan" beliau menambahkan sama seperti berkumpulnya manusia ketika Ihtifal Maulid Nabi Muhammad Saw,. Mereka berkumpul membaca qur'an, berdzikir, memberi pujian-pujian kepada nabi, mendengarkan pelajaran sirah nabawiyah dan wasiat-wasiat para ulama untuk selalu mengikuti segala jejak langkahnya sekaligus agar memanifestasikan ajaran-ajarannya pada kehidupan nyata sehari-hari.

Keempat: Fatwanya Abi 'abdillah muhammad 'Ibad 730 H ketika ditanyakan ke beliau tantang kedudukan Maulid, beliau menjawab "Yang tampak adalah maulid adalah hari kegembiraan bagi kaum muslimin dan salah satu waktu yang dirayakan dari waktu-waktu yang ada" pernyataan ini didasarkan pada kitab Risalah alkubra mengenai kisah seorang perempuan yang bernadzar untuk memukul gendang diatas kepala Rasulallah terkhusus ketika Rasulallah mengizinkan untuk melaksanakan nadzarnya, maka sesegera mungkin perempuan tadipun melaksanakannya.

Kelima: Al Hafidz Ibn Hajar Al'asqalany 852 H yang sangat masyhur dengan karya monuentalnya yaitu Syarh Shahih Bukhari Fathul Baari disana termaktub beliau mentahkrij hadis dan hasilnya membolehkan Ihtifal Maulid Nabi yaitu pada hadis "Ketika Rasulallah berkunjung ke Madinah kemudian bertemu dengan orang yahudi yang sedang berpuasa 'Asyurasetelah itu ditanyakanlah tentang puasa tersebut, lalu mereka (yahudi) menjawab ini adalah puasa dimana pada hari itu Allah menenggelamkan Fir'aun dan menyelamatkan Musa dan kami merasa bersyukur atas itu. Kemudian Rasulallah Saw. berkata “Kami lebih utama untuk melakukan puasa ini dengan alasan yang disebutkan tadi daripada kalian semua"

Keenam: Fatwa Syaikh Rasyid Ridha 1255 H beliau memberikan statement pada bukunya "Bahwasanya orang pertama yang menyelenggarakan maulid adalah seorang rajaSyaraakisah dari Mesir. Lalu ditanyakan kepada Ibnu Hajar Alasqalani tentang Maulid termasuk bidahkah atau bukan ?... dijawab "Asal perayaan maulid adalah bidah yang tidak terdapat pada zaman salafushalih selama tiga generasi, akan tetapi kerena banyak kebaikan-kebaikan dan tidak ada unsure kejelekan di dalamnya, maka barang siapa yang merayakannya dengan segala kebaikan-kebaikan dan menjauhkan dari hal-hal yang jelek adalah termasuk dalam kategori bidah hasanah dan jikalau sebaliknya maka sebaliknya (bidah munkarat).

Ketujuh : Fatwa Imam Alqasthalany 922 H membolehkan perayaan Maulid Nabi beliau berpendapat disyariatkannya mauled Nabi dan tidak ada kemungkaran, ketetepan ini beliau ambil berdasarkan hadis Bukhari Bab Jenazah ketika Abi Bakar Sidiq menginginkan meninggal pada hari dimana rasulallah dilahirkan dan wafat.

Kedelapan : Dikatakan oleh Nuruddin Alhalby dalam sirahnya 1013 H bahwa Imam Syaikhul Islam Taqiyuddin Assiky pada waktu itu beliau menjabat sebagai Rais ulama-ulama madzhab Syafi'i di Mesir 665 H ketika berkumpul dengan kawan-kawannya sesama ulama beliau melantunkan satu buah Syair yang berisikan pemujaan kepada Nabi Muhammad saw. "

Lalu berdirilah Imam Assiky bersama para hadirin, lanjut dalam kitab sirahnya “setelah itu syaikhulislam merayakan maulid dengan melakukan kebaikan-kebaikan seraya diikuti berkumpulnya masyarakat "

Kesembilan : Pernyataan Imam Alalusy pada tafsirnya tentang ayat

" الله و رحمته فبذلك فليفرحوا قل بفضل "

Beliau memberikan catatan bahwa Rasulallah adalah rahmat sebagaimana firman Allah :

" وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين"

Begitu juga hadis " إنما أنا رحمة مهداة " katanya lagi maulid adalah rahmat yang wajib dibanggakan dan disyukuri.

Kesepuluh : Seperti yang dikatakan syaikh Ahmad Zein Dahlan seorang mufti dari kalangan madzhab Syafi'i di Makkah 1066 H "Menjadi adat umat islam ketika mendengarkan Dzikir yang memuji Rasulallah mereka berdiri dan memujanya dan ini (maulid) adalah dianjurkan karena disana terdapat pemuliaan kepada nabi Muhammad saw.’

Kesebelas : Jawaban Dr. Ahmad Syarbasyi Mufti Al-Azhar pada zamannya ketika mengatakan "walaupun maulid nabi bidah akan tetapi sudah menjadi adat umat yang baik, jikalau tidak ada sesuatu kemungkaran dan tidak menjadikan orang yang merayakannya melakukan hal-hal yang melanggar syariat, walaupun kami berpendapat tidak merayakan maulid nabi oleh kerenanya tidak ada dalam agama, tapi saya menetapkan bahwa merayakan maulid adalah banyak kebaikan dan tuntunan islam yang sangat besar.”

Keduabelas : Al-Hafidz Syamsuddin Asakhawy 876 H termasuk golongan ulama-ulama keras dalam hal bidah, mengatakan "Sesungguhnya pengamalan maulid terjadi setelelah generasi ketiga lalu bersambung ke generasi berikutnya sehingga tersebar ke seluruh penjuru, pada malam tersebut mereka bersedekah dengan berbagai macam jenis sedekah dan menyuarakan bacaan-bacaan pujian menyambut kegembiraan pada hari kelahiran nabi Muhammad saw. "

Ikhwah fillah pendapat-pendapat sudah penulis uraikan baik dari fatwa ulama yang membolehkan ihtifal maulid nabi Muhammad saw. ataupun dari fatwa ulama yang mengharamkannya, sampai disini dapat diambil resume awal bahwa secara umum salafy fiqhiyah membolehkan perayaan maulid nabi dan sebaliknya salafy nashiyah melarangnya.

IV. Maulid Nabi adalah Nikmat

Ada sebuah pertanyaan, sebetulnya ada apa seh dibalik perayaan maulid nabi Muhammad saw. itu sendiri ?... Jawabannya seperti diuraikan oleh Syaikh Muhammad Alhafidz Almisry " Allah swt menyuruh kita agar selalu mengingat segala bentuk kenikmatan-kemikmatan, maka mengingat kenikmatan adalah syar'i bagi setiap muslim dan muslimah, dalilnya seperti firman Allah dalam kisah Musa As.

" إلى النور و ذكرهم بأيام الله أن أخرج قومك من الظلمات ولقد أرسلنا موسى

Pada kalimat "Ayyamillah" sebagaimana banyak pendapat ahli tafsir adalah nikmat Allah yang diberikan kepada Bani Israil yang tidak asing disebutkan dalam Al-Quran dalam bentuk kalimat (أذكروا نعمة الله عليكم) oleh kerenanya menjadi nikmat besar dan Allah menyuruh nabinya agar selalu mengingatnya.

Mengingat nikmat Allah hukumnya wajib dan adanya nabi Muhammad saw. yang telah diutus untuk kita adalah nikmat Allah yang sangat besar, Al-Hafiz Ibnu Hajar Alasqalanyrahimahullah pernah mengatakan bahwa nikmat yang paling besar ada enam dan diantaranaya Islam, Qur'an, Muhammad saw… dll.

Nikmat adanya Nabi Muhammad saw. bagi umatnya adalah menyeluruh Allah berfirman

( (وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين

Firman Allah (يعرفون نعمة الله ثم ينكرونها ) para pakar tafsir mengatakan makna nikmat disini adalah Kenabian, para ahlulkitab tahu bahwa merupakan sebuah kenikmatan dari Allah ketika datangnya nabi atau rasul makannya mereka menolaknya dan mengingkrinya kemudian terus menerus manyembah berhala, jika nabi Muhammad adalah kenikmatan yang besar bagi kaum muslimin berarti tidak ada salahnya mengingat napak tilas kehidupannya, mengingat kelahirannya, mengingat ketika beliau diutus, mengingat ketika beliau hijrah, mengingat ketika pertama kali turun ayat Quran, mengingat dimana ayat terkahir turun, mengingat dan mengingat. Mengingatnya selagi tidak keluar dari jalur agama islam yang lurus.

Memperingati hari kelahiran nabi Muhammad saw. bukan berarti boleh merayakan selainnya seperti para wali dan nabi-nabi yang lainnya karena tidak ada perkataan ulama yang mengatakan bolehnya dan tidak ada para wali ataupun nabi-nabi lain yang sama derajatnya dengan Rasulallah saw.

“Maka jelaslah memperingati hari kelahiran nabi Muhammad saw. dengan tujuan mengingat nabi Muhammad saw adalah rukhsah yang dibolehkan tetapi tidak bagi selain Rasulallah atauun para wali”.

Ikhwah fillah sesungguhnya mengingat hari kelahiran nabi Muhammad saw. bukan murni kita mengingat jasadnya akan tetapi kita mengingat jiwa kepemimpinannya yang tinggi dan kami tidak mencintai nabi Muhammad oleh karena jasadnya tetapi kami mencaintainya karena Allah swt.

V. Kesimpulan :

1. Perayaan maulid nabi adalah masalah khilafiyah, masalah khilafiyah sebagaimana sudah dijelaskan diatas tadi oleh para mufaqqih yang memang kita sebagai seorang muslim tidak boleh untuk mengingkarinya.

2. Sifat bodoh terhadap pendapat-pendapat yang berbeda adalah bukan bagian dari fiqih dakwah bukan juga termasuk dalam akhlaq para da'I, maka wajib bagi kaum muslimin untuk memaklumi segala permasalahan yang bersifat khilafiyah sebagaimana ulama mengatakan "kami berbeda pendapat dan berbeda komunitas" tetapi perlu dicatat bahwa berbeda pemahaman bukan berarti berbeda perasaan hatinya dengan permusuhan pembidahan apalagi naudzubillah sampai pada tahap pengkafiran.

3. Sesungguhnya ulama dan para ahli fiqih banyak yang membolehkan perayaan Maulid nabi Muhammad saw. olehnya merupakan kebiasaan yang baik atau termasuk dalam bidah hasanah, sudah berlangsung dari abad ke-4 Hijriyah sampai sekarang. Ulama yang membolehkan dari kalangan salafiyah nashiyah adalah Ibn Taimiyah, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dan Rasyid Ridha.

4. Banyak dari kalangan ulama-ulama besar, syaikh-syaikh salafiyah yang menyatakan bahwa perayaan maulid adalah bidah yang menyesatkan.

Wallahu ‘Alam Bishawab…

(Diambil dan diterjemahkan dari beberapa sumber artikel berbahasa Arab)

Oleh: Muhammad Hasbi**

**Salam Bahagia dari MasBaim&Keluarga

Baca Juga
SHARE

Related Posts

Subscribe to get free updates

2 komentar

  1. sebuah wawasan baru melalui ilmu hati kita dapat terbuka,syukron mas baim semoga kajian ini dapat dimengerti semua umat islam.

    BalasHapus
  2. Terima kasih mas Bahroni atas doanya, Semoga kita semua bisa mendudukan sesuatu pada posisinya, kalau memang wajib maka ia tetap wajib, kalau sudah pun demikian, terlebih kalau sesuatu itu adalah hal yang menjadi khilafiyah, kita harus bersabar dalam perbedaan ini dengan mengemukakan semua ijtihad yang ada, tanpa menutupi salah satunya hanya untuk sekedar membenarkan pendapat kita sendiri. Mudah-mudahan semakin hari ummat Islam makin kokoh persatuannya karena semakin luas wawasan keIslamannya.

    BalasHapus

Posting Komentar